Sejauh ini Pemkab Pidie hanya bersifat melakukan koordinasi agar tidak terjadinya konflik ditengah masyarakat.
Wahyudi Adisiswanto menuturkan bahwa masyarakat menginginkan pengungsi yang sehat-sehat di penampungan Mina raya Padang Tiji agar di pindahkan ke bibir pantai, wanita dan anak-anak serta yang sakit yang ada di bibir pantai agar di pindahkan ke penampungan sementara bekas Panti Asuhan Mina Raya Padang Tiji.
"Toleransi masyarakat Pidie terhadap pengungsi Rohingya sungguh luar biasa". Artinya mereka sangat peduli kepada anak-anak, balita dan ibu-ibu kalangan Pengungsi Rohingya.
"Hal ini perlu di apresiasi terhadap masyarakat Pidie. Seandainya masyarakat tidak toleran maka dari Pertama sampai, mereka (Manusia perahu) akan di tolak lagi ke laut" ucapnya.
Walaupun demikian Pj. Bupati Pidie juga mengatakan toleransi masyarakat kepada pengungsi Rohingya ini agar tidak di anggap bahwa masyarakat memiliki motivasi tersembunyi dan tidak dikait-kaitkan dengan ekonomi.
Masyarakat berharap agar tidak ada lagi pengungsi yang di tampung sementara di desa mereka, hal ini bertujuan agar tidak menganggu ke tenteram dan keamanan warga setempat.
Masyarakat Pidie menginginkan jangan sampai kehadiran pengungsi Rohingya justru terjadi perpecahan di masyarakat, saling curiga dan tuduh menuduh, hingga berakibat keamanan di Pidie tidak Kondusif serta menimbulkan masalah baru.
Tuntutan Masyarakat Kepada Pihak UNHCR
Banyaknya kedatangan manusia perahu di Pidie di penghujung tahun 2023, menimbulkan Spekulasi dan Opini di kalangan masyarakat, hingga adanya aksi demo dan tuntutan masyarakat di lokasi penampungan sementara pengungsi Rohingya.
Pj. Bupati Pidie Wahyudi Adisiswanto menuturkan bahwa "sebenarnya terjadi aksi penolakan di masyarakat".
Beberapa waktu yang lalu warga demo, dan ada beberapa point tuntutan masyarakat terhadap keberadaan manusia perahu di Kabupaten Pidie.