Sawit menjadi sorotan setelah berita tentang pembakaran hutan Papua yang dirilis Greenpeace bersama Forensic Architecture merebak di berbagai media.
Beberapa hari kemudian, sebuah media berita Amerika, Associated Press, merilis laporan tentang banyaknya tindak kekerasan seksual yang dialami pekerja wanita di lahan sawit khususnya Indonesia dan Malaysia.
Beberapa dari mereka juga menderita batuk dan mimisan karena kurangnya perlengkapan keselamatan ketika menyemprot pestisida. Serta seorang ibu hamil yang harus kehilangan bayinya karena terpaksa membawa beban berat selama bekerja.
Investigasi-investigasi tersebut seolah menyisakan tanda tanya, seperti:
Sebesar itukah pilu yang ditimbulkan dari sawit?
Eits tapiii, sebelum beranjak lebih jauh, ada baiknya untuk berkenalan dulu dengan tanaman yang menjadi komoditas andalan di Indonesia ini.
Sejarah dan Asal-Usul Sawit
Sekilas, tanaman ini tampak seperti pohon kelapa pada umumnya. Perbedaan paling mencuat mungkin berada pada batang yang diselimuti dengan bekas pelepah, sehingga terlihat lebih berisi dibanding pohon kelapa biasa.
Warna buah sawit bervariasi, mulai dari merah, ungu, dan hitam. Buah inilah yang nantinya akan diolah dan menghasilkan minyak kelapa sawit.
Dilansir dari GAPKI.id, sawit adalah tanaman asli Afrika yang telah digunakan sejak 3000 tahun sebelum masehi. Perjalanan sawit di Indonesia bermula ketika Dr. D. T. Pryce membawa empat bibit sawit untuk dijadikan koleksi di Kebun Raya Bogor pada tahun 1848.
30 tahun kemudian, budidaya sawit pertama digagas oleh perusahaan Belanda-Deli Maatschappij-di Deli, Sumatera Barat. Baru pada tahun 1911, perusahaan Belgia mendirikan perkebunan sawit komersial pertama di Asahan dan Aceh.
Perkembangan Luas Lahan Sawit
Kemajuan sawit yang begitu pesat mengakibatkan terjadinya ekspansi lahan secara besar-besaran. Berdasarkan data Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan, pada tahun 1980, lahan sawit di Indonesia baru sekitar 290 ribu hektar.
Lima tahun kemudian, luas lahan langsung melonjak sebesar 103%, menjadi 597 ribu hektar. Hingga pada tahun 2020, total estimasi lahan sawit di Indonesia mencapai 14,9 juta hektar. Apabila dilihat dari awal kemunculan, lahan sawit telah bertumbuh sebanyak 4991% selama kurun waktu 40 tahun.
Benar-benar angka yang fantastis, bukan?
Iklim dan tekstur tanah merupakan salah satu penyebab mengapa sawit bisa tumbuh di Indonesia. Penyebab lainnya tentu saja perizinan yang mudah, dan harga alih lahan yang murah. CNBC Indonesia bahkan mengungkapkan, minyak sawit yang masuk dalam kategori "Lemak dan Minyak Hewani / Nabati" menempati urutan pertama dalam komoditas ekspor RI di tahun 2019.
Lantas apa sih yang membuat minyak sawit sangat dibutuhkan?
Kegunaan Minyak Kelapa Sawit
Jika kamu mengira sawit hanya bisa menghasilkan minyak goreng, selamat kamu sudah salah besar dan tidak sendirian. Alias saya juga! Hahaha.
Fungsi minyak sawit ternyata tidak sesempit yang kita kira. Minyak yang memiliki warna asli merah ini memiliki kandungan zat yang kaya sehingga banyak digunakan untuk berbagai produk dan kebutuhan.
1. Kosmetik
Hayooo, para ciwi-ciwi yang suka pakai kosmetik angkat tangannya!
Mengutip dari Info Sawit, salah satu produk turunan sawit yaitu Metalik Stearat yang kemudian menghasilkan Zinc Stearate dan Magnesium Stearate adalah kandungan yang paling banyak digunakan dalam formulasi kosmetik.
Zinc Stearat berfungsi baik untuk menyerap air sehingga meningkatkan daya lekat (adesif) di kulit. Jadi, jika kamu ingin tahu mengapa produk kosmetik yang kamu pakai bisa melekat seharian, itu merupakan salah satu andil dari sawit.
Saya mencoba menemukan kandungan ini dalam salah satu kosmetik yang saya punya. Dan, ya, saya menemukan zinc stearate sebagai salah satu ingredients dalam bedak tabur dan blush on yang saya pakai.
Bagi para ibu dan calon ibu yang gemar mencuci, pasti sudah tidak asing lagi dengan produk yang bernama deterjen alias sabun cuci.
Dalam IDN Times, produk turunan sawit yang juga banyak digunakan dalam industri adalah Sodium Lauril Sulfat (SLS). Zat inilah yang berfungsi sebagai penghasil busa sehingga pembersihan yang dilakukan deterjen dapat bekerja secara maksimal.
Sayangnya, saya tidak menemukan komposisi dalam sabun cuci yang saya punya.
Saya justru menemukan kandungan SLS dalam pembersih lain, seperti sabun mandi, sampo dan pasta gigi.
Dalam salah satu sabun mandi yang saya pakai bahkan tertulis jelas Palm (Elaeis Guineensis) Oil alias minyak kelapa sawit dalam komposisinya. Bukan hanya Palm Oil, di sana juga tertera kandungan sawit lainnya seperti Palm Acid dan Palm Kernel Oil.
Sedangkan di pasta gigi dan sampo yang saya miliki, masing-masing tertulis kandungan Sodium Lauryl Sulfate (SLS) dan Sodium Laureth Sulfate (SLES) yang merupakan senyawa turunan dari SLS.
Minyak goreng adalah salah satu produk turunan minyak sawit yang pemanfaatannya sangat luas. Kalau tidak percaya, coba cek minyak goreng di rumahmu, apakah tertulis kandungan sawit di sana? Jika tidak, kamu mungkin perlu mengeceknya di Google, karena beberapa produk hanya menampilkan kandungan gizi, tanpa komposisi.
Beberapa logo atau gambar dalam kemasan minyak goreng bahkan menggunakan ilustrasi pohon sawit. Hal ini seolah menegaskan bahwa asal-usul minyak goreng memang dari kelapa sawit.
Jadi, tidak salah ya jika penggunaan sawit memang sangat luas.
Sawit, Dibutuhkan atau Disayangkan?
Mengetahui kegunaan sawit yang begitu banyak dalam kehidupan sehari-hari, membuat saya berpikir bahwa kita sebenarnya mempunyai andil dalam menyokong tingginya permintaan sawit.
Hingga kini, sawit masih menjadi minyak nabati dengan harga murah dan memiliki segudang manfaat. Tak hanya di industri makanan dan kecantikan, sawit bahkan dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel, pelumas mesin, pelapis besi dan baja, hingga pembuatan cat.
Dari hasil ekspor, sawit telah mempercepat laju pertumbuhan Indonesia, meningkatkan pendapatan daerah, membangun sebuah kota, serta membuka lapangan pekerjaan.
Namun ibarat keping mata uang, sawit juga memiliki sisi lain yang bertolak belakang.
Pesatnya pertumbuhan sawit disusul juga dengan pesatnya kehancuran ekosistem. Dalam laporan World Wide Fund for Nature (WWF), alih fungsi hutan untuk sawit telah menyebabkan hilangnya habitat asli untuk beberapa hewan, seperti orang utan, gajah kalimantan dan badak sumatera.
Belum lagi sumbangan gas berbahaya akibat pembakaran lahan, potensi penyakit pernapasan, hilangnya hak warga atas tanah adat, serta ekploitasi pekerja dan kasus kekerasan seksual, seolah menambah deret cerita pilu yang diakibatkan oleh sawit.
Lantas, apakah keberadaan sawit dibutuhkan, atau justru disayangkan?
Hanya kamu yang bisa menjawabnya.
Salam,
Tutut Setyorinie, 29 November 2020.
--
Sumber:
1. Sekilas Perjalanan Sawit di Indonesia | gapki.id
2. Perkembangan Mutakhir Minyak Sawit di Indonesia | gapki.id
3. Which Countries Produce The Most Palm Oil | www.forbes.com
4. Buku Statistik Kelapa Sawit (Palm Oil) 2018-2020 | ditjenbun.pertanian.go.id
5. Metalik Stearat dari Sawit untuk Industri Kosmetik | infosawit.com
6. Perlu Tahu, 6 Produk Turunan Kelapa Sawit yang Kita Pakai Tiap Hari | idntimes.com
7. Rape, abuses in Palm Oil fields linked to top beauty brands | apnews.com
8. 8 things to know about palm oil | wwf.org.uk
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H