"Ini hanya sebuah resep membuat mi kuah dengan kari kental dan toping udang yang segar."
Desi tidak bicara, itu artinya ia tidak ingin dibantah lagi. Jika dia sudah bersikap demikian, maka tidak ada yang bisa memaksanya untuk mundur.Â
"Aku ingin menjamu seseorang di pabrik, Nir."
Siapa? Desi hanya tersenyum, misterius.
Keesokan siang, aku mencari-cari dan tak menemukan Desi. Kata Imas, dia sudah berangkat sejak subuh ke pabrik.
"Bukankah hari ini dia mengambil cuti?" tanyaku.Â
Imas bilang ia tak tahu, Desi hanya berpesan kalau aku mencarinya bilang saja seperti itu.
Seingatku, Desi sudah lama ingin pergi dari pabrik sepatu itu. Tapi, ia masih harus membiayai hidup ibunya yang lumpuh, dua adik perempuannya, dan seorang bocah 5 tahun.
Tiba-tiba ada suara ban berdecit di halaman berpasir. Dua orang pria dengan seragam Satuan Pengaman berlari ke dalam rumah petak. Wajah mereka tegang.
"Dapur di sebelah mana?"
Aku masih terpana, hanya bisa menunjuk dengan mata. Terus saja ke belakang. Tak lama, mereka kembali membawa bungkusan plastik bening dengan kuah kuning yang kental. Masih tegang.