Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Kelas Menengah Bawah: Terkutuk di Kanan, Tersudutkan di Kiri

5 Maret 2024   13:16 Diperbarui: 6 Maret 2024   12:45 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pekerja kantor berada di kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta, saat jam pulang kerja, Jumat (24/3/2023) (KOMPAS/RADITYA HELABUMI)

Kelompok instabil semacam ini disebut dengan Calon Kelas Menengah (Aspiring Middle Class). 

Mereka sudah keluar dari jeratan kemiskinan namun belum se-establish kelas menengah atas. Mereka lebih mewakili realita Kelas Menengah Bawah.

Menariknya, lembaga pembangunan dunia yang dijuluki "The Unholy Trinity" (sindiran terhadap tiga institusi superstate yang mendisiplinkan proyek Neoliberalisme secara global, selain World Trade Organization dan International Monetary Fund) World Bank menyebutkan jika kelompok masyarakat menuju kelas menengah sangat penting untuk membuka potensi pembangunan Indonesia dan mendorong Indonesia ke status negara berpenghasilan tinggi. 

Masalahnya tidak serta merta dengan menjadi negara berpenghasilan tinggi lantas Indonesia adalah negara modern yang mengayomi kebutuhan semua warga negara. 

Kelas Menengah dan Keresahan Politik. Salah satu kekhawatiran terhadap pertumbuhan kelas menengah disampaikan oleh mantan Menteri Keuangan Chatib Basri. Pendapatnya dapat dibaca dalam artikel Kelas Menengah RI Butuh Perhatian Sebelum Terlambat, yang dimuat Kompas (8/12/2023).

Membandingkan dengan Chile di Amerika Latin yang dinilai memiliki arsitektur dan fokus pembangunan yang sama dengan Indonesia, Chatib Basri mengingatkan pemerintah agar tidak semata fokus pada vertical inequality. 

Yaitu fokus pada kebijakan ekonomi pemerintah yang fokus pada memperkecil jurang ketimpangan pendapatan, mengejar angka pertumbuhan ekonomi dan pengentasan rakyat dari kemiskinan. FYI, Chatib Basri juga menulis artikel Keadilan yang Terusik dan Pembangunan Ekonomi yang mendiskusikan situasi Chile dan keresahan kelas menengah bawah.

Namun, dengan pertumbuhan kelompok ini terutama kelas menengah bawah, perhatian pada horizontal equality atau ketimpangan kualitas hidup, yang menjadi perhatian mereka sudah semestinya didesain dengan seksama. 

Andai kata negara gagal, maka ketidakpuasan di kelas menengah bawah yang berhubungan dengan kualitas hidup dan kerja, akses kebutuhan pokok, perumahan yang terjangkau, rasa keadilan politik dan ekonomi, keterbukaan, dan demokrasi dapat menjadi bahan bakar keresahan sosial hingga mobilisasi protes. 

Pendek cerita, semakin besar populasi kelas menengah, semakin relevan pula isu-isu keadilan dan kualitas ekonomi demikian Kompas menegaskan. Dalam kaitan ini, kita perlu melihat sekilas posisi kelas menengah bawah dalam ketegangan dua kutub ideologi politk, sebuat saja, di antara Kiri dan Kanan.

Kelas Menengah (Bawah) dalam Tegangan Dua Kutub. Kebanyakan kita yang memiliki waktu luang, akses internet, laptop dan kafe, melek informasi untuk misuh-misuh di Kompasiana sangat bisa jadi mewakili keanggotaan dalam kelas menegah yang satu ini. Tentu saja para admin yang menyepakati percakapan tentang kelas ini sebagai Topik Pilihan bukan pengecualian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun