Bagi saya, alasan dominasi tidak selalu penting diajukan sebagai klaim kewilayahan. Sebab, secara kalkulatif, posisi ini tidak bermakna terlalu besar. Alasannya sederhana saja: suara pemilih dari Sulut hanya setara suara Kabupaten Sukabumi di Jawa Barat.Â
Karena itu, ada apa dengan Jalan Roda?Â
Bagian tentang Jalan Roda jauh lebih menarik dibanding mencari alasan mengapa dua kandidat memilihnya sebagai lokasi pertemuan dengan konstituen.
Membaca Jalan Roda: Jejak Kolonialisme dan Hari Ini. Dari perspektif etnografi perkotaan, Jalan Roda memang bukan sembarang jalan.Â
Sejarah jalan ini bisa dikata dibentuk dari perjumpaan dan pergeseran kuasa kolonial, pertemuan lintas etnik, pertumbuhan kota, hingga pengembangan kota di masa paska-kolonial.Â
Secara fungsional, eksistensi Jalan Roda sendiri mungkin bisa dilacak hingga ke tahun 1910, sebagaimana penjelasan yang dimuat buku berjudul Sejarah Kota Manado 1945-1979.Â
Buku klasik ini ditulis oleh FEW. Parengkan, L.Th. Manus, Rino S. Nihe dan Djoko Suryo yang terbit tahun 1986. Di halaman 32-33, mereka ceritakan: Â
Kendaraan bermotor mulai dipergunakan di Manado sekitar  tahun 1910 untuk menghubungkan Kota Manado dengan pedalaman Minahasa antara lain Kota Tomohon, Tondano, Airmadidi, dan lain-lain. Akan tetapi kendaraan angkutan yang  utama dalam kota adalah sepeda, gerobak yang disebut "roda'"serta delman atau sado yang disebut "bendi".
Terminal lama untuk kendaraan bermotor angkutan barang dan penumpang sejak masa kolonial dibangun tepat di depan Pasar Minahasa di pusat kota dan satu blok ke sebelah timurnya dibangun terminal gerobak kuda dan sapi (sampai sekarang masih disebut Jalan Roda).
Keterangan di atas bisa membantu kita menyusun beberapa imajinasi sosiologi kolonialnya.Â