Alhamdulillah, rompi milik intelektual yang sepanjang hayatnya mendedikasikan dirinya untuk suara kritis dan gerakan sosial ini menyelamatkan saya dari gigil yang mengenaskan. Senang sekali, seolah seorang murid yang baru diberikan ijazah oleh gurunya.
Saya masihlah seorang mahasiswa Sospol dari Jayapura, Papua yang menuju angkatan tua bangka di Universitas Sam Ratulangi. Juga belum terlalu tahu biografi intelektual seorang GJA, baru sempat membaca beberapa makalahnya. Khususnya yang membongkar jejaring korupsi Soeharto, bisnis militer dan jejaring aktor di balik kerusuhan di Ambon.
Investigasi Pak George membuka cakrawala yang lebih kritis dan sangat penting bagi angkatan mahasiswa yang baru memasuki perguruan tinggi sesudah Soeharto jatuh. Paling kurang, ia mengajukan jawaban dari pertanyaan mengapa rezim yang ditopang oleh kapitalisme negara (state-capitalism) ini bisa bertahan sedemikian lama dan mengapa ia seharusnya dilawan.
Perjumpaan Kedua. Dua tahun kemudian, saya berkomunikasi dengan Pak George dengan frekuensi yang cukup intens.Â
Penyebabnya adalah putusan pengadilan yang memutus bersalah Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu dalam kasus kerusuhan Poso di Sulawesi Tengah yang terjadi pada pertengahan tahun 2000 dan menewaskan sedikitnya 200 orang. Baca: "Kontroversi Eksekusi Mati Trio Kerusuhan Poso", Tirto, 25/09/2017).Â
Kasus ini menimbulkan reaksi beragam di mana-mana, tak sebatas di Sulawesi Tengah. Saya sendiri, dengan dibantu kawan-kawan yang mengadvokasi kasus Poso, pernah berjumpa dan berbicara dengan tiga terdakwa ini ketika masih ditahan di Palu, Sulawesi Tengah.
Di Manado, bersama jaringan aktivis lintas iman dan tokoh-tokoh agama, kami menggalang doa bersama dan aksi protes yang meminta negara tidak terburu-buru melakukan eksekusi mati terhadap tiga orang desa yang sederhana namun dituduh sebagai dalang.
Di masa-masa ini, Pak George beberapa kali berkomunikasi dan mengirimkan makalahnya via email dan meminta kami mendiskusikannya. Setidaknya, dua makalah dengan judul yang menohok yang dikirimkan khusus membahas kasus Tibo, dkk.Â
Pertama, yang berjudul: 'NINJA FLORES' ATAU 'NINJA JAKARTA' YANG SERANG PESANTREN WALISONGO, MEI 2000? Membongkar Operasi Intelijen Pemicu Eskalasi Konflik Komunal di Poso Menjadi Konflik Nasional.Â
Yang kedua, TIBO & PENYERANGAN PESANTREN WALISONGO JILID II: Mengungkap Kepentingan "Tritunggal" Modal, Militer, dan Milisi di balik Pengawetan Ketidakamanan di Sulawesi Tengah.
Dua kajian di atas adalah peringatan Pak George terhadap kesalahan berpikir yang melihat kerusuhan di Poso (dan peristiwa sejenis di tempat lain) sebagai bentuk pertikaian antar umat berbeda agama. Ada kekuatan dan kepentingan lebih besar yang mengail di air keruh dan semestinya diwaspadai.