Ini artinya mereka menjadikan partai sebagai alat perjuangan politik rakyat Indonesia. Mereka bekerja di akar rumput hingga golongan menengah, mengerjakan ideologisasi, merumuskan cita-cita dan rencana perjuangan dari hidup sehari-hari yang diakrabi.Â
Tidak ngadi-ngadi, mati akal, dan berharap kepada penerawangan dukun.Â
Representasi yang otentik jelas adalah perkara yang hakiki bagi partai-partai politik. Secara fungsional, ada banyak sayap partai, karena itu semestinya tersedia banyak kemungkinan memproduksi pemimpin dari generasi baru.Â
Tapi ternyata ini tidak banyak gunanya, selain birokratisme yang absurd.Â
Bayangkan saja jika representasi politik yang otentik ini terbangun. Berpolitik tidak perlu dengan kampanye buang-buang waktu, berbiaya mahal untuk mencari-cari suara. Setiap sayap yang mengakar memiliki basis massanya sendiri-sendiri.
Jadi, di tengah produksi berulang kegagalan berpartai itu, Bro dan Sis di PSI, apa yang Anda kejar dengan mendapuk Kaesang sebagai nahkoda tertinggi kalian? Jalan pintas macam apa yang sedang Anda uji?
Satu perkara lagi. Tolong tetap sabar dan menginjak bumi.Â
Pernah ada dalam sejarah negeri ini, di penggalan waktu yang tak jauh-jauh amat, terdapat anak-anak muda yang mendirikan partai. Anak-anak muda ini adalah kumpulan yang dilambangkan sebagai bunga dalam puisi Wiji Thukul berjudul "Bunga dan Tembok".
Seumpama bunga,
kami adalah bunga
yang tak kaukehendaki tumbuh
engkau lebih suka
membangun rumah dan merampas tanah.
Agenda perjuangan dibentuk oleh masa melawan rust en orde sesudah generasi protes 45, 66, dan 80-an. Ideologi mereka diuji oleh kediktatoran militer yang bengis dengan obsesi pembangunanisme yang tidak boleh dikoreksi.Â
Dan akhirnya mereka tercerai-berai pula. Beberapa darinya memilih bergabung dengan partai-partai zaman Reformasi dengan watak dasar yang begitu-begitu saja.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!