Bagi saya, partai final mestinya mempertemukan Napoli dengan Manchester City. Bukan karena merekalah sang juara Serie A, tapi karena keberhasilan memainkan sepak bola menyerang yang menghibur ala Spaletti berhasil membuat Liverpool terlihat semenjana.Â
Akan tetapi, karena disingkirkan Inter Milan, maka itu berarti sepak bola ala Napoli belum memiliki kualitas yang cukup untuk melaju hingga ke puncak. Termasuk AC Milan yang disingkirkan Brozovic, dkk di semifinal.Â
Dari persaingan ketiganya, yang juga mengisi posisi "the big four" di klasemen musim ini, terlihat bahwa bersamaan dengan merusaknya dominasi Juventus, situasi kompetitif yang semestinya kembali ke jantung Italia mulai bersemi.Â
Kondisi ini mengingatkan pada sengitnya sepak bola mereka di tahun 1990-an, bahkan disebut-sebut sebagai "kiblat dunia".Â
Padahal di sepanjang 1990-an, dua klub yang berhasil juara Champions hanyalah AC Milan (2 kali) dan Juventus (1 kali). Milan dilatih oleh dua nama tenar, Arrigo Sacchi kemudian Fabio Capello sedangkan Juventus oleh sosok yang tak tergantikan, Marcello Lippi.
Karena itu, kegagalan yang terjadi pada Inter Milan di musim ini, memang bukan sesuatu yang spesial. Dalam sejarahnya yang sudah mencapai 68 tahun perhelatan, wakil-wakil Italia bukanlah sang juara utama di kasta pertama Eropa.
Serie A jelas membutuhkan pembaharuan. Dan kita bergembira karena di era ini, sepak bola menyerang kembali menjadi kontestan utama di Italia. Boleh dikata Napoli, Lazio, dan Inter Milan adalah contoh dari pergeseran ke arah sana.Â
Sedangkan di level timnas, Roberto Mancini telah menemukan formula serupa yang berhasil membawa Italia sebagai kampiun Eropa. Walau secara ironis, harus tumbang di kualifikasi Piala Dunia.Â
Jadi, semoga Serie A tetap kompetitif, Juventus memecat Allegri, dan membuat wakil-wakil Italia kembali pantas bersaing di Eropa.Â
***
Sumber yang dipakai dalam artikel ini: Football Italia, Who Scored, Wikipedia, dan Bola.netÂ