Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mengapa Para Politisi Begitu Enteng Mengatasnamakan Kita-Kita yang Jelata Ini?

20 Oktober 2022   14:59 Diperbarui: 25 Oktober 2022   14:22 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Warga melintas di depan poster caleg yang masih terpasang di salah satu sudut Kota Tangerang, Banten, Minggu (27/4/2014). (Foto: KOMPAS/WISNU WIDIANTORO)

Dia mungkin berpikir, mengenaskan sekali kawanku yang satu ini. Orang miskin yang panik memang sering meminta tolong yang aneh-aneh.

Menunggu sampai jelang tengah hari, tak kunjung ada jawaban. Saya memutuskan pergi ke bank. Melapor dan meminta diblokir. Dengan berharap duitnya masih eksis.

Sesudah melapor, hal pertama yang saya syukuri adalah duitnya masih ada, sejumlah yang terakhir tercatat di saldo. Masalahnya datang kemudian. Saya harus membuktikan diri sebagai pemilik identitas yang sah. 

Maka data pribadi saya harus dicocokan dengan yang disimpan di bank asal, di Jayapura, Papua. 

Ditunggu-tunggu. Dinanti-nanti. Si mbak customer service-nya cuma minta sedikit sabar. Butuh waktu. Urusannya bukan lagi antara Anyer dan Jakarta. Ini sudah Jakarta-Jayapura, antara pusat yang menghisap dan pinggiran yang terseok-seok. Eh. 

Ilustrasi: bennaker.com
Ilustrasi: bennaker.com

Lalu data itu terkonfirmasi. Saya terus merasa keadaan sudah mulai dalam kendali. Sempat sedikit lega. Ternyata hanya jeda. Nama ibu kandung yang terekam dalam data akun saya tidak sesuai dengan nama yang saya sebutkan. Lho kok bisa?? 

Ibu saya cuma satu dan satu-satunya bernama seperti itu. Kok bisa beda sama yang dicatat? 

Si mbak terdiam, jelas ragu dan seolah meminta saya menceritakan siapa sebenarnya saya, dari keluarga yang bagaimana, memiliki riwayat kriminal atau tidak, sebelum memutuskan saya cukup pantas mendampinginya--hahaha. 

Si mbak sangat mungkin merasa tampang awut-awutan serupa saya ini sedang memalsukan identitas orang lain (sekali lagi: ADA DUIT BANYAK DI DALAMNYA).

Tapi saya tidak menyerah, semua data pribadi yang meyakinkan saya tunjukan. Bahwa saya benar-benar pemilik rekening itu--dengan sedikit memelas. Mungkin karena nada memelas itulah, sesudah berkonsultasi dengan petinggi di bank itu, mereka akhirnya percaya. "Tolong nama ibu saya diganti, mbak. Namanya bukan itu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun