Kreativitas tiga gelandang itu memang lebih baik dari pada yang mungkin diperoleh dari Zakaria dan Rabiot. Mobilitas mereka di lapangan tengah juga terlihat lebih mengacak-acak ketimbang dua jangkar milik Nyonya Tua yang sering disuruh main direct.
Dari layar kaca, kita bisa melihat pressing yang konstan dengan high defensive line berhasil meredam eksplosivitas taktik Inzaghi. Sampai di sini, tuan Allegri seperti berjalan di track yang benar.Â
Tapi, tuan Allegri jugalah yang justru menciptakan malapetaka itu.Â
Dimulai dengan pikiran bahwa keunggulan tipis 2:1 harus diamankan dengan menambah kualitas yang menguatkan soliditas lini pertahanan. Maka dimasukanlah Leo Bonucci.Â
Hasilnya? Dari sinilah malapetaka dimulai.Â
Kemudian, yang kiranya menambah kekacauan, adalah mengeluarkan Zakaria yang justru tampil bagus sebagai box-to-box midfielder. Locatelli yang baru pulih tidak banyak berfungsi sebaik yang dilakukan Zakaria.Â
Pendek kata, Juventus sesudah gol Vlahovic hanya ingin bertahan dan memainkan serangan balik. Kembali menyerupai tim Italia dengan sebaik-baiknya catenaccio!
Sedang Simone Inzaghi sepertinya sudah khatam. Faham benar bagaimana meremuk Juventus yang mudah mati akal itu.
Sesudah menang di Supercoppa dan pertemuan di liga, Juventus ternyata tidak cukup tangguh dalam mengelola tekanan. Juventus yang pernah membuat mati gaya Barcelona itu sudah lewat zamannya.
Duet dua bek veteran mereka yang legendaris itu sudah lewat masanya. De Ligt memang telah menjadi penerus yang gigih, namun itu tidak cukup di level setegang final.
Maka yang dilakukan pelatih yang semasa bermain di Lazio adalah salah satu penyerang jempolan ialah menukar daya serangnya.Â