Memaksanya hidup dalam separasi antara apa yang dikehendaki tubuh dengan yang dikehendaki pikiran. Dunia seperti apa yang sesungguhnya dihuni orang-orang dewasa?Â
Puisi pendek ini tampak seperti peringatan bagi saya. Bukan peringatan yang pertama memang. Dan saya menyukainya karena pesisme seperti itu dibutuhkan agar saya tidak meliburkan tubuh dan pikiran ke dua lokasi yang berseberangan, misalnya.
Selanjutnya adalah MAKASSAR ADALAH JAWABAN. TETAPI, APA PERTANYAANNYA? Ini adalah puisi yang panjang dengan 62 bait karena itu saya tidak akan menuliskan semuanya. Saya pertama kali membacanya di akun si penyair di kanal Medium.Â
Kita mungkin bisa membacanya tanpa harus mulai dari bait pertama-tapi saya tidak menyarankan ini.Â
Puisi ini tampil sebagai pernyataan-pernyataan protes tentang kota Makassar dengan segala ambisi, ironi hingga tragedi khas perkotaan. Mirip daftar quotes yang merayu kamu menyablonnya ke kaos atau sebagai poster peringatan di dalam kamar.
Saya ambil saja beberapa penggal baitnya.Â
 1. ayah pergi ke kantor
(ibu pergi kemana?)
adik pergi ke bioskop
sarimin pergi ke pasar.
makassar pergi ke jakarta.
Sebagai pembuka, bait ini memberi kita konteks dari hubungan makassar dengan jakarta yang tampak seperti hubungan antar ambisi. Ambisi akan apa?
2. untuk apa makassar pergi ke jakarta?
a. studi banding,
b. menghadiri acara keluarga,
c. berlibur & belanja,
d. semua benar
Bait kedua memberi kita penegasan yang menunjukan Jakarta adalah sebuah pusat (kuasa), bukan nama untuk sosok tertentu. Pusat itu adalah penarik yang membawa Makassar (sebuah pusat yang lain, mungkin lebih kecil) kesana. Motifnya mungkin kita tertawa atau malu--karena merayakan adanya pusat bernama Jakarta seperti tiga jawaban itu.
Mari kita lihat bait selanjutnya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!