Catatan ini sendiri hanya berusaha menunjukan aspek-aspek yang sekilas terbaca sentimental. Namun di baliknya, tersimpan isu-isu kunci dalam pernikahan yang oleh film ini dihadirkan begitu rapi.Â
Kita akan menemukannya dengan masuk ke dalam dunia batin. Khususnya milik Nicole. Nicole yang kompetitif, selalu peduli, dan terlibat pada sekitarnya.Â
Mari kita masuki pelan-pelan.
Pertama, berada dalam dunia yang sama setiap saat tidak membuat Anda dan pasangan saling mengenal dengan lebih baik.
Nicole dan Charlie adalah pegiat dari dunia panggung. Teater. Dunia yang butuh latihan berkali-kali dan penghayatan. Di dalamnya, ada yang bekerja menulis atau mengadaptasi naskah dan mengarahkan, ada yang menghidupkan naskah dalam pentas dan ada yang menjadi bekerja sebagai teknisi. Butuh soliditas dan kerja sama.Â
Tapi, bagi Nicole, dunia ini membuat Charlie yang kompetitif, mandiri-rapi bin teliti, dan sangat fokus itu menjadi dominan. Keberhasilan yang dicapai oleh teater lebih mewakili egoisme Charlie ketimbang penghargaan terhadap kontribusi Nicole atau yang lain.Â
Singkat kata, Nicole merasa hanya menjadi alat bagi ambisi-ambisi Charlie. Kita terus tahu, apa yang dibayangkan sebagai "prestasi diri" bagi Nicole bukanlah sesuatu yang penting bagi suaminya.Â
Mereka bekerja di dalam dunia yang sama, keseharian yang terikat namun dengan dunia batin yang tidak saling bicara. Ironis? Mungkin.Â
Kedua, hilangnya individu dalam kehidupan rumah tangga adalah bahaya laten.
Saya kira hilangnya individu inilah akar dari kemuakan Nicole. "I didn't belong to myself!" katanya penuh luka. Di satu sisi, kita melihat ini sebagai refleksi dari karakter Charlie yang dominan.Â