Ketiga, tidak semua musuh harus dimusnahkan, Rollo!
Ragnar memang brutal, jenis yang biadap di medan tempur. Ia tak pernah ragu-ragu dengan keahliannya menggunakan pedang maupun kapak. Rollo selevel ini jika bicara kecapakan tempur. Namun Rollo tidak pernah belajar untuk melihat musuh sebagai ekspresi dari "politik". Menghadapinya tidak cukup dengan satu model siasat.Â
Ragnar sebaliknya. Ia bukan saja melihat keberadaan musuh dalam beragam kemungkinan. Dia melihat peradaban lain sebagai tempat belajar, mengambil hal-hal baru yang dirasa baik bagi masyarakatnya.Â
Kelahiran Baru
Rollo memilih menanggung segala akibat dari sesar pikir dan keliru bertindaknya. Kesalahan-kesalahannya mengelola konflik kuasa harus dibayarnya dengan pengasingan sosial. Ia tak lari apalagi bunuh diri. Dalam sanksi sosial yang menggerus martabat diri itu, Rollo berjuang menemukan dirinya yang lebih manusiawi.
Rollo yang ambisinya membutakan cara pandang bertarung agar tak remuk dimakan tragedinya.
Rollo akhirnya menjumpai perdamaian dengan diri sendiri. Ia menerima takdirnya sebagai bukan saingan bagi Ragnar. Ia adalah penopang yang membuat kekuasaan Ragnar tegak, lebih-lebih bagi rakyat mereka agar memiliki hidup yang layak dan tenang. Setidaknya, ini kesimpulan yang terbaca sampai session 2.Â
Dalam monolognya yang getir, Rollo lantas bersaksi di depan Siggy --janda dari Earl Haraldson yang dibunuh Ragnar--ketika dirinya ingin keluar dari bayang-bayang dan menjumpai cahaya, ia justru ketakutan. Ia tidak siap. Â
Ternyata ia tidak memiliki syarat diri untuk menjumpai cahaya itu. syarat diri itu, setidaknya ada pada tiga justifikasi yang sudah disebut di atas.
Rollo akhirnya berdamai dengan jalan nasibnya. Bahwa ia tidak harus menjadi yang disebut-sebut aktor utama dari sejarah sukses penyerbuan ke Barat.Â
Ia adalah kompatriot yang membuat Ragnar Lothbrok bersinar dan fokus pada dunia luar (Outward Looking). Rollo tampaknya mulai sadar, kehebatan mereka karena distribusi dan spesialisasi peran. Persis ketika di tempat lain, pada pesaing-pesaing mereka, segala urusan tersentralisasi.