Idealisme (tanpa harus merujuk ideologi) hidupnya mungkin lelah dengan jalan yang senyap. Lelah dengan percakapan yang sepi dan justru khawatir dengan hingar bingar. Ini versi kecurigaan yang negatif, tentu saja.
Walau begitu, kehendak untuk menolak sebagai bayang-bayang sangat bisa jadi adalah juga usaha menemukan otentisitas diri. Usaha pribadi menemukan kedalam diri dan nilai-nilai yang membuatnya mencapai keutuhan. Kemuakan personalnya dibentuk oleh perjumpaan yang berulang dengan lakon dari "pegangan yang palsu". Â
Tapi, tolong jangan membayangkan "kehendak individu" yang seperti ini sebagai konfrontasi Moral Budak Vs. Moral Tuan-nya Nietzsche.Â
Saya hanya sedang membicarakan kegagalan dari kehendak melampaui sekadar bayang-bayang, bukan tentang pantas tidaknya motif-motif di balik kehendak. Lebih terbatas lagi, saya hanya sedang melihat hubungan motif diri dalam situasi bayang-bayang itu dari "budaya layar" (Screen Culture).Â
Budaya layar dimaksud itu saya pinjam dari sebuah serial televisi populer yang diinspirasi kisah hidup tokoh legendaris dari satu peraban yang pernah mengguncang tatanan Anglo-Saxon. Mungkin juga, tenaga eksternal yang mendorongnya ke dalam percepatan krisis.
Saya sedang melihat sejarah kemunculan Ragnar Lothbrok lewat serial Vikings.Â
Sebagai latar belakang singkat, kita perlu tahu jika sesion pertama Vikings pertama kali rilis 2013 dan dikerjakan oleh Michael Hirst. Orang ini adalah penulis naskah berkebangsaan Inggris. Dia telah memproduksi naskah film Elizabeth (1998) dan Elizabeth: The Golde Age (2007). Juga serial The Tudors. Sampai saat ini, Vikings mencapai 5 session. Â
Siapa si Ragnar Lothbrok?
Ragnar Lothbrok adalah seorang pahlawan legendaris Nordik pada era Viking. Kisah hidupnya masih diselubungi mitologi dan legenda.Â
Di era Medieval/Middle Age (abad ke-V s/d ke-XV masehi) atau era yang menandai kejatuhan kekaisaran Roman dan dimulainya Renaisans, Ragnar dikisahkan merintis penjelajahan dan perampasan ke wilayah Barat. Wilayah ini merupakan teritori dari rumpun Saxon, tanah Britania.Â
Dari sudut pandang kuasa Katolisisme yang dominan saat itu, Ragnar dan kumpulannya hanyalah wakil peradaban perompak yang pagan lagi barbar. Hidup dengan dewa-dewa serupa Odin, Thor, Feyer, Loki, dll, mereka adalah wakil peradaban rendah yang berbahaya dunia akhirat.Â