Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Mengenang "Sukerman" dan Kroasia 98

8 Juli 2018   23:50 Diperbarui: 17 Juli 2018   15:35 3030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Davor Suker dan Zvonimir Boban, dua jenius lapangan bola yang pernah dilahirkan Kroasia | Foto: Getty Images

Kroasia angkatan Mandzukic,dkk telah membuktikan diri jika mereka adalah kuda hitam di Piala Dunia 2018. Tapi ini saja tidak cukup. Mereka harus melampaui takdir sejarah yang telah dirintis angkatan Suker. 1998 silam, di Perancis.

Dengan keberhasilan lolos ke semifinal, dengan menyingkirkan dua penghalang yang tidak mudah, dengan menyapu bersih 9 poin di fase grup, Kroasia adalah kuda hitam itu. 

Dua penghalang kelas berat itu adalah, pertama, Argentina, yang diremuk tiga gol tanpa kemampuan membalas. Kedua, tuan rumah Rusia yang sukses memainkan taktik "truk konteiner berjejer" hingga memaksa Spanyol tersingkir lewat adu penalti. 

Kroasia membuat Rusia tidak lebih jauh langkahnya dari Brasil di edisi sebelumnya. Brasil keok saat semifinal di kaki Jerman--iyaah, Jerman yang dipulangkan Laskar Drama Korea itu!!-- dengan skor tak ada ampun, 7:1. Brasil sungguh hancur-hancuran saat itu. Dan kemarin harus hancur kembali di kaki generasi emas Belgia. Walhasil, anak asuhan Tite ini hanya membawa pulang gelar pribadi milik Neymar: Drama Queen. 

Lha, ini kok jadi menyerang Brasil sih? 

Oke baiklah, kita kembali ke awal. Selooow...

Terhadap Kroasia generasi FIFA World Cup 2018 yang dihuni nama-nama sekelas Modric, Rakitic, Mandzukic, Perisic, sekedar menyebut beberapa nama yang dikenal, saya berharap mereka boleh lebih jauh mencapai apa yang telah dirintis oleh Davor Suker, dkk. Yaitu menjadi juara ketiga pada perhelatan Pildun 1998 di Perancis. 

Mandzukic, dkk kini sudah selangkah di depan pencapaian tahun 1998 itu.  

Mereka harus memulangkan Inggris lantas bertemu Perancis atau Belgia di final. Jika bertemu Perancis, maka itu bisa menjadi partai revans. Mengingat di tahun 1998, Lilian Thuram,dkk membuat Kroasia harus menghuni tempat ketiga dengan mengalahkan Belanda, 2:1. Thuram, dkk-lah yang mengangkat tropi. Peristiwa yang tidak pernah bisa diberikan Platini di zamannya. 

Dari latar historis yang demikian "heroik", Kroasia angkatan kali ini telah melakukan langkah yang besar sesudah dua dasawarsa. Sebagaimana dikatakan Modric (goal.com):

"We took the difficult route. We were unlucky in past tournaments. Now we're collecting debts this year. Hopefully we can go a step further than 98. We have a great team. Great staff and coach. I hope we can make that extra step."

Saya kira, Kroasia kali ini potensial melampaui prestasi senior mereka 20 tahun silam. Tentu dengan terus menjaga performa terbaiknya hingga meledak maksimal puncak nanti. 

Akan tetapi, dalam kesempatan menunggu hari semifinal, saya tidak ingin membuat prediksi--keseringan salah juga, sih--, sebaliknya, saya hanya ingin bernostalgia dengan berbagi sedikit saja kisah. Kisah kehebatan tim nasional negara pecahaan Yugoslavia era Suker,dkk yang disebut sebagai "Generasi Emas Pertama" Kroasia. 

Yang datang ke Perancis sebagai debutan mengerikan.

Bermula dari Juara Piala Dunia Yunior FIFA 1987

Davor Suker di usia senja | http://www.marca.com
Davor Suker di usia senja | http://www.marca.com
Generasi ini dihuni nama-nama seperti Drzan Ladic (kiper), Slaven Bilic, Goran Juric, Igor Tudor, Zoran Mamic (barisan  bek), Zvonimir Boban, Robert Jarni, Zvonimir Soldo, Robert Prosinecki, Mario Stanic (barisan gelandang), Davor Suker dan Goran Vlaovic (barisan penyerang). Mereka dilatih oleh Miroslav Blazevic, sosok yang kharismatik.

Penikmat sepak bola yang di tahun itu masih abegong seperti saya pasti ingat jika Davor Suker adalah salah satu penyerang yag bukan saja tajam. Dia juga ber-skill ball tinggi dan cerdas.  Sesudah era pemain yang pernah memperkuat Real Madrid tiga musim ini, Kroasia tak pernah melahirkan tipe yang sama. Setidaknya dalam 20 tahun terakhir. 

Dari situs FIFA.com, kita boleh tahu jikalau Suker, Boban dan Prosinecki adalah tiga tulang punggung yang membawa Yugoslavia juara piala dunia yuinor di tahun 1987. Di dalam tim ini juga ikut Pedrag Mijatovic, striker Real Madrid yang dikenal selalu berambut kelimis (baca: kebanyakan pomade).

Pada turnamen yang berlangsung selama 10-25 Oktober di Chile ini, mereka mengalahkan Republik Federal Jerman lewat adu penalti setelah imbang 1:1. Sebelumnya, Brasil mereka sikat 2:1 di perempat final dan tim tuan rumah dipermak 4:1 di semifinal.  

Davor Suker muda mencetak 6 gol dan meraih Adidas Golden Boot (peringkat kedua). Sedang Robert Prosinecki meraih Golden Ball. 

Prestasi zaman muda dari striker bersenjata kaki kiri kelahiran 1 Januari 1968 ini juga adalah terdftar sebagai pemain yang mendapat Golden Player Piala Eropa U-21. Bersama dengan nama-nama yang kelak menjadi super star, seperti Luis Figo (Portugal) dan Fabio Cannavaro dan Andrea Pirlo (Italia). 

Debut 1998: Datang, Mencemaskan dan Membanggakan

Piala Dunia 1998 Perancis adalah debut dari Kroasia yang sudah tidak lagi bergabung dengan Yugoslavia. Saat itu, tim asuhan Miroslav Blazevic ini tergabung dalam grup H, bersama Argentina, Jamaika dan Jepang. 

Ingatlah jika saat itu La Albiceleste dihuni nama-nama top seperti Batistuta, Veron, Simeone, Nestor Sensini, Javier Zanetti, Hernan Crespo, Ortega, hingga Roberto Ayala. Hampir tidak ada nama yang tidak dikenal sebab saat itu kebanyakan mereka bermain di Serie A yang tayang di RCTI.

Akan tetapi, nama besar tak pernah menjadi jaminan mutu, andai pun seluruh tim dihuni superstars. Argentina tidak pernah melangkah sampai ke semifinal. Yang dingat dari tahun 1998 ini adalah drama kartu merah Beckham sebab akting Simeone dan gol fenomenal Owen yang mengecoh Ayala dan Carlos Roa.  

Sementara Kroasia?

Di babak grup, mereka lolos sebagai runner-up dengan poin 6. Argentina meraup poin penuh dan juara grup. Di parta perdana melawan Jamaika, Suker mencetak satu gol. Kroasia menang 3:1. Selanjutnya, saat melawan Jepang, Suker mencetak satu-satunya gol di menit 77. 

Di babak 1 besar, Kroasia bertemu Rumania. Suker lagi-lagi menjadi penentu dengan gol penaltinya. Lantas, tibalah mereka berjumpa dengan tim favorit juara, Jerman. Pada 4 Juli 1998. 

Jerman saat itu masih dihuni nama-nama tua yang berpengalaman. Di dua edisi sebelumnya, pada piala dunia Italia 90, mereka juara dengan menyingkirkan Argentina--lagi-lagi, huh!!--lewat penalti Andreas Brehme. 

Nama-nama tua itu seperti Lothar Mattahus (37), Andreas Moller (30), Jurgen Kilnsmann (33), serta Andreas Kopke (Kiper, 36). Dari 22 nama yang dibawa Berti Vogts, hanya ada tiga nama yang bermain di luar Bundesliga, yakni Christian Ziege (Milan)dan Oliver Bierhoff (Udinese). Satunya lagi adalah Kopke (Marseille). Maksud saya, dari komposisi begini, tidakkah Jerman di tahun 1998 adalah tim dengan spirit Maspion: "Cintailah produk-produk dalam Negeri" yang kental?

Lantas apa yag terjadi di stadion Stade Gerland, Lyon? Di depan sekitar 39 ribu pasang mata yang duduk di tribun penonton?

Favorit juara ini dikuliti tiga nol. Gol Kroasia dicetak Jarni, Vlaovic dan Davor Suker. Khusus untuk gol Suker, kita bisa melihat kemampuannya mengontrol bola, mengecoh bek Jerman serta melepas tendangan dengan kaki kanan yang membuat Kopke terlihat seperti kiper amatir. Gol ketiga Kroasi yang terjadi pada 85 adalah salah satu yang terbrilian dalam sejarah 98. 

Terhadap kemenangan ini, sebagaimana dimuat FIFA.com, Suker mengatakan, "To beat Germany was the most memorable moment at the World Cup."

Gol-gol Sukerman bisa dilihat di bawah ini:


Di partai semifinal bersua tuan rumah yang sedang ngetop-ngetopnya sebagai generasi "terbaik Ayam Jantan"--bagi elu yang gak tahu atau masih gak bisa pipis sendiri di kloset--berhuni nama-nama seperti Barthez, Desailly, Thuram, Blanc, Lizararu, kemudian Deschamsp (capt), Zidane, Karembeu, lalu Pires, Henry, Dugarry dan Trezeguet. 

Decshamps inilah coach yang sekarang membawa Perancis ke semifinal juga pernah membawa Juventus kembali dari Serie B setelah skandal Calciopoli 2006. Sebagai informasi saja siih..

Dalam partai itu, Kroasia sebenarnya unggul duluan  lewat gol Suker namun Thuram yang kala itu bermain untuk Juventus (maksudnya apa lagi, ne?) mampu membuat dua gol balasan dan menyingkirkan harapan tim debutan bisa bermain di final. 

Pada  laga ini, coach Blazevic, si pelatih juga dikritik karena tidak memasukkan Prosinecki saat kedudukan sedang imbang. Prosinecki terbukti bermain sangat bagus kala mengalahkan Belanda di perebutan tempat ketiga. Lagu-lagi, Si Kidal Pembunuh ini menciptakan satu gol.

Suker, yang sekarang adalah presiden federasi sepak bola Kroasia sejak 2012, menciptakan 6 gol dan mendapat penghargaan Golden Boot, penghargaan yang dia impikan sejak zaman bocah. Kehebatan Sukerman tak berhenti di sini saja. Ia juga masuk ke dalam daftar 100 pemain bola terhebat versi FIFA serta merupakan pencetak gol terbanyak Kroasia sepanjang sejarah dengan 45 gol. 

Kehebatannya dimulai dari klub di kota kelahirannya, NK Osijek, lantas pernah bermain di Dinamo Zagreb sebelum bertualang ke Sevilla tahun 1991. Selama di Sevilla, dia adalah penyerang yang konsisten. 

Kemudian dikontrak raksasa Spanyol, Real Madrid selama lima tahun. Selama di Madrid, Suker membantu tim asuhan Jupp Heynckes ini meraih juara La Liga dan jura Liga Champions. Saat itu, Madrid menang dari Juventus lewat gol Pedrag Mijatovic--duh, lagi-lagi!--sedang Suker baru dimainkan pada menit 89. Madrid juara Champions di markas Ajax Amsterdam.

Singkat kata, sebagai seorang striker, Davor Suker rasanya telah mencapai hal-hal yang sangat sulit didekati oleh para penerusnya. 

***

Demikianlah sekelumit kisah Sukerman bersama Kroasia yang memberi gambaran bahwa kesebelasan yang berasal dari negara pecahan Soviet ini pernah memiliki masa lalu sebagai tim yang "boleh mengolok-olok" raksasa sepak bola Eropa.   

Semoga Mandzukic, dkk boleh melampaui takdir yang sudah tertulis 20 tahun lalu. Dan kalian yang kelak menjadi saksi sejarah, jangan nonton piala dunia tanpa Kacang Garuda, yes!

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun