"Belum tahu."
"Haa, terus gimana? Mau berangkat tapi gak tahu jadwal kapal....," suara anak muda tertahan. "Bisa tidak kami beli tiket tapi tak punya KTP?" tanya si istri. "Waduh...gak bisa. Punya SIM?"
"Kalau bikin KTP sementara di Sampit?" tanya suaminya, berharap bisa.Â
"Sudah susah Pak. Teroris Sarinah kemarin kan ber-KTP Sampit. Sejak itu, diobok-obok. Tak boleh lagi sembarang."
Jawaban pamungkas. Percakapan seperti menemui jalan buntu. Imajinasi saya berpindah. Saya melihat niat baik, kerinduan yang berjuang, dan kekuasaan yang berdiri dengan dingin di sana. Saya masih seperti patung di persimpangan.Â
"Jadi sebaiknya gimana ya, Pak?"
"Nanti saya antar pian ke Depnaker. Semoga masih nututi."
Si anak muda kini gantian mewawancarai supir yang masih sepantaran usia.Â
"Dari mana, Bang?"
"Saya dari Kalbar. Barusan ngantar Bos. Bos kami dari Kalbar pindah ke sini. Yang di sini pindah ke Palangka."
"Kerja di perusahaan apa?"