“Duit pestanya Mon?”
Mata Emon melotot. Menatap dalam ke mata kepala desa. Dalam pikirannya, bapak pura-pura lupa kalau saya hidup dari hutang ke hutang?
“Hihihihi. Jangan naik pitam dulu coi. Selow bro, semua kebutuhan pernikahan kalian ditanggung keluarga Mika,” jawab kepala desa dengan cengengesan. Seolah saja dia yang memiliki hajatan.
“Malam ini kamu tidur di sini. Jangan di pos ronda lagi. Nanti malam pertamamu malah sibuk dikerok Mika.”
Pesan kepala desa sebelum Emon meninggalkan teras rumahnya.
Malam pertama?
Tetiba tengkuknya dingin. Emon merasa setan betina sedang duduk di sana.
***
“Gimana? Sah?”
“Saaaah!”
Pak Imam kemudian membaca doa yang diaminkan Emon dan seluruh yang hadir. Semua tersenyum bahagia. Juga ayah dan ibu Mika beserta saudara-saudaranya yang datang dari jauh. Mereka semua menganut ajaran lama: berkeluarga itu jangan lama-lama. Lega, Mika telah bersuami juga. Bahwa suaminya hanyalah pemuda ceking penganggur, itu bukan perkara.