“Rejeki sudah ada yang ngatur,” kata tante Anik, adik ibu, kepada Mika sehari sebelum akad nikah.
“Kalau cinta, siapa yang ngatur?”
“Cinta tumbuh seiring hari-hari bersama.”
“Cieee, Tante…belajar dimana?” tanya Mika. Geli.
“Di Facebook.”
Akad nikah sudah selesai, Mika tambah berdebar-debar di kamarnya. Debar yang makin membuat pesona kembang pada parasnya makin menebar, memenuhi segala sudut, dan menghanyutkan pandangan.
Mika lantas dibawa keluar dan bertemu suaminya yang lolos dari sungai sarat buaya. Mereka berdua lalu duduk bersisian, mengucap janji rumah tangga kemudian menandatangani buku berlogo Departemen Agama. Tak ada cincin yang disematkan.
Selesai. Hadirin bubar. Bersiap resepsi nanti malam.
***
Emon merasa kaki-kaki kurusnya tak lagi cukup memiliki daya. Mika pun sama.
Mereka berdua harus duduk dan berdiri berkali-kali. Belum lagi tersenyum memiringkan bibir dan wajah bersama mereka yang mengajak wefie. Tapi mau bagaimana lagi, hadirin masih bergantian datang mengucapkan selamat bahkan ketika resepsinya sudah kehabisan makanan.