Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Bulan Kemerdekaan RTC] Pesan Merdeka Nenek

17 Agustus 2016   08:14 Diperbarui: 17 Agustus 2016   10:34 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 "Lho..kok begitu Pa?"

"Itu pesan nenekmu."

"Maksudnya...?"

"Kita berdoa dulu, sesudah itu baru bapak cerita."

Seusai mengaminkan doa bapak, mereka mencari tempat yang teduh di bawah pohon bambu. Angin semilirnya membawa suasana tenang. 

"Kau tahu mengapa kubur nenek baru ditandai sebagai pejuang?"

Jono terdiam. 

"Setahun sebelum meninggalnya, Ibu menyuruh bapak pulang. Ketika itu musim sekolah, jadi bapak meminta ijin dua hari. Bapak pikir nenekmu sedang sakit keras. Ternyata nenekmu hanya menitipkan wasiatnya," sambung bapak lagi. Matanya menatap nanar ke nisan nenek.

"Nenek cemas dengan kebengalanmu di sekolah, Nak. Nenek tidak mau kau membuatku kecewa. Aku yang hanya guru rendahan dan ibumu yang hanya penjual sayur."

Bapak menghembus berat nafasnya. Ada keharuan tertahan, hal yang sangat Jono takuti terjadi juga. 

"Nenek berpesan, jika saya wafat, jangan dipasangi tanda pejuang. Tunggulah sampai Jono kelas tiga SMA. Saat itu kau baru boleh ceritakan tentang aku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun