Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bunuh Diri Rasionalisme

24 Juni 2016   12:23 Diperbarui: 24 Juni 2016   15:10 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setahun ini S Aji juga entah berada dimana. Tak pernah lagi muncul di kampus. Tak pernah meledeknya di perpustakaan. Raisa juga tak pernah ambil peduli. Tak pernah pergi mencari. Lelaki yang seperti pengendali angin, buat apa dicari?

Lagi pula, antara dirinya dengan S Aji tidak memiliki konsensus rasa bukan? Dan yang paling penting, ketiadaan S Aji adalah bantuan yang dibutuhkan dalam memperkukuh sikap-sikap rasionalnya.

“Ayo berangkat,” teriak Maudy memecah kesibukan Raisa. Maka berangkatlah mereka.

***

Pukul empat sore, rombongan tiba di lokasi KKN. Raisa langsung menuju posko. Ia selalu lekas muak dengan sambutan basa-basi pemerintah desa juga dosen pembimbing. Lebih baik aku berkeliling desa ini, batinnya.

Lima belas menit kemudian, langkah ringan Raisa mulai menelusuri tepian sungai yang tenang. Dengan tas punggung kecil, Raisa sengaja mencari tempat yang teduh untuk menghabiskan satu teks karangan Siẑek yang membahas filsafat subyek. Raisa menemukan sebuah dermaga yang sepi. Ada beberapa bangku panjang yang mulai berdebu. Ia mendudukan tubuhnya lalu berkonsentrasi penuh. Terbenam dalam keheningan sungai.

Sepuluh menit berlalu.

“Hoooooi, Hanah Arendt.....”

Raisa yang belum lama terbenam dalam teks Siẑek terkejut bukan main. Hanya satu manusia yang memanggilnya dengan nama filsuf perempuan yang menulis asal usul totalitarianisme itu.

Di pinggir sungai itu, sesosok laki-laki sedang berdiri memegang dayung. Tubuhnya tampak lebih kurus dan rambutnya lebih panjang. Dengan kemeja flanel, ia seperti pendaki yang tersesat.

“Aji?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun