“Hahahaha. Ketemu lagi. Masih serba rasional?”
Raisa mendadak kesal. Setahun tak jumpa, kelakuan tengilnya tak juga musnah. Sialan!
“Kamu sejujurnya lebih manis kalau sedang tersinggung. Ketersinggungan rasional membuatmu lebih manis dipandang. Wakakaka,” sindir S Aji sesudah menambat perahunya di tiang dermaga.
Tetiba saja Raisa merasa mereka sedang berada di perpustakaan kampus. Perdebatannya dengan Maudy kembali terbayang. Ia lalu diingatkan pembelaan dirinya sendiri: aku tidak jatuh cinta. Aku hanya tidak bisa menjelaskan sensasi yang berkembang dari kehadiran rasa tertentu. Sesederhana itu kok.
“Woooi, kenapa diam saja? Sedang menafsir mengapa kita berjumpa lagi sesudah setahun tak ada kabar? Sedang memikirkan hukum-hukum logis dari pertemuan ini?” ledek S Aji lagi. Kampret betul orang ini, setahun tidak ketemu ternyata lebih tengil, maki Raisa lagi dalam hatinya.
“Ngapain kamu disini?” tanya dingin Raisa setelah mengendalikan emosinya. Setelah merasa kembali rasional.
“Aku? Aku datang untuk menyerang sikap rasionalmu, seperti biasa. Huahahaha.”
“Dasar gilaaa!”
“Kau tidak rindu padaku?”
“Apaaaa? Kamu sakit, Ji. Asli sakit. Baru ketemu terus nanya kangen. Emang kamu siapa?” serang Raisa balik.
“Lhooo, selow Manis. Tetap dingin dan berjarak...Weeekkkss,” ledek S Aji lagi sembari julurkan lidahnya.