Aku ingin selalu bisa berlimpah sepertimu, nona muda. Agar masa depan 6 orang adik-adikku bisa tergambar cerah. Agar ayahku yang bertahun berjuang melawan stroke bisa dirawat dengan jasa kesehatan nomor satu di muka bumi. Juga ibuku, agar ia tidak selalu pergi menjadi tukang cuci, memasak atau menjaga anak-anak di rumah tetangga.
“Keretamu sudah tiba.”
Kupandang dalam matamu. Tak ada langkah menuju gerbong terbuka. Matamu menahanku, kau tahu itu.
“Kau mau ikut denganku?” tanyamu.
“Ke rumahmu?”
“Tidak. Kita ke barat, ke mana segala lelah ini berangkat pergi dan pulang. Ke tempat yang menjadi pusat dari keberlimpahanku dan pelestari kekurangan hidupmu. Pusat yang memaksa rindumu berjaga dalam lelah dan menghempaskanku dalam kesepian kasih sayang yang kaya.”
“Aku ingin membunuh senja tepat di rumahnya. Di Barat. Seperti Orang-orang Sisilia.”
Kau genggam tanganku, menarik langkahku. Kita berlawan arah dengan kereta yang pulang.
Kereta senja, dari Jakarta
Berhias temaram cahaya memerah
Yang kuingin kenangan
Hidup dan bersemi
***