Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Nona yang Ingin Membunuh Senja

9 Maret 2016   09:33 Diperbarui: 9 Maret 2016   20:45 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kutatap wajahmu.

Hahahaha, kau menguping juga selama aku tertidur ya.”

“Mengapa kau menidurkan lelahmu dengan lagu tua begitu?”

“Aku tidak menidurkan lelah. Aku menyalakan rindu.”

“Pernahkah kau merasa kereta yang datang dari balik senja ketika malam menutup langit perjalanan adalah kereta yang membawa lelah. Di dalamnya, daging-daging yang menantang siang terkantuk-kantuk mengendapkan rindunya yang sederhana: pulang ke rumah,” terangku dengan embusan nafas yang pelan saja.

“Makanya aku tidak ke mana-mana. Tidak dengan kereta.”

Lembar halaman Orang-orang Sisilia kau tutup. Lalu menatap termenung lurus-lurus. Perubahan bahasa tubuh yang tiba-tiba saja. Aku bergegas duduk, kali ini lebih dekat dengan dudukmu.

“Kau tak punya rumah? Tak punya rindu?”

Huuuuuft. Aku memiliki hari dalam keberlimpahan. Keberlimpahan yang tak mengharuskan kerja seperti kamu. Tak perlu berlelah dalam desak sekedar menumpang kereta untuk pulang. Tapi, di situlah lubang itu menganga: tak ada rindu di rumahku. Tak ada gairah untuk selalu pulang. Pulang bagiku seperti berkunjung ke pemakaman, ada kenangan yang awet untuk orang-orang yang sudah tiada, yang tidak bisa lagi kau peluk dan mendengar keluh kesahmu. Kau sudah mengerti mengapa Orang-Orang Sisilia menemaniku, bukan?”

Orang-orang Sisilia adalah novel sejarah dengan pelukisan manusia dan budaya yang sangat memikat tentang asal-usul keluarga mafia. Hidup berjuang di tanah yang keras dengan kekerasan yang seperti menghirup nafas. Tapi hidup seperti itu tidak membuat mereka kehilangan rindu, cinta, pengorbanan dan ikatan persaudaraan di tanah perantauan.

Haaah, perempuan muda, jeans, kemeja kotak-kotak, dan rambut panjang berponi. Kau bingung menjelaskan kerinduan pada rumah yang kini menjadi bangunan mewah tak bermakna. Aku jadi menyukuri hariku yang lelah, rindu rumah yang berjaga, hidup yang bermakna. Narasi manusia miskin yang tumbuh bertahan di mana-mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun