Menurut saya, novel "Pesantren Impian" ini memiliki genre baru yang sangat unik, berbeda dengan karya Asma Nadia sebelumya. Genre islami yang dikolaborasikan dengan unsur thriller, misteri dan detektif membuat saya tidak berhenti untuk terus membacanya.Â
Bahkan, setelah sampai pada halaman ke 122, puncak pencarian si 'gadis' pembunuh di pesantren impian oleh Eni yang belum juga mendapat titik terang, membuat saya mengulang membacanya dari awal. Saya ingin membaca dengan detail setiap kalimat yang ditulis oleh penulis.Â
Besar kekaguman saya terhadap kepandaian penulis dalam mengolah kalimat, rapihnya penulis menyimpan identitas para tokoh dan membuatnya sangat sulit ditebak.Â
Setiap kejadian demi kejadian yang diceritakan, selalu membuat jantung saya berdegup kencang. Ditambah lagi, alur yang maju mundur semakin menambah antusias saya untuk menebak- nebak siapa dalang dari semua masalah yang ada dalam novel.
Walaupun dimasukkan unsur thriller dan misteri, jalan cerita yang disampaikan terasa sangat real, seakan benar- benar terjadi di dunia nyata.Â
Latar tempat yang diceritakan begitu jelas dan nyata serta masalah sosial yang diangkat di dalam novel sangatlah relevan dengan kehidupan saat ini khususnya di Indonesia. Kejadian demi kejadian yang diuraikan mampu membawa pembaca masuk ke dalam cerita dan merasakan ketegangannya.
Selain jalan ceritanya yang sangat menarik, penulis menggunakan bahasa sederhana yang mudah dipahami. Meskipun novel ini membahas tentang kisah- kisah kelam dari 15 remaja putri, bahasa yang digunakan tetap pada etikanya.Â
Sehingga pesan- pesan yang disampaikan lewat setiap kejadian di dalam novel langsung sampai kepada hati para pembaca. Beberapa kalimat bahasa daerah yang dicantumkan pun diartikan juga ke dalam bahasa Indonesia.
Kekurangan
Novel ini juga memiliki beberapa kekurangan, diantaranya ada beberapa uraian kejadian yang cukup membuat aneh pembaca. Seperti saat peristiwa penculikan Butet yang kurang mengaduk hati pembacanya. Kejadiannya pun sangatlah singkat karena dengan cepat penculik berpapasan dengan penghuni pesantren.Â
Adegan-adegan kekerasannya pun sangat sedikit. Padahal dalam peristiwa menegangkan lainnya, diceritakan dengan detail dan pengolahan katanya yang baik sehingga mampu membawa masuk jiwa pembaca ke dalam cerita, seperti percobaan pembunuhan Rini oleh pakliknya, kejadian si 'gadis' yang tidak sengaja membunuh korbannya saat merampok di hotel, dan kejadian saat si kembar sakaw..Â