Mengapa ketiga bentuk usaha ini diberikan? Sebab, di balik hak pengelolaan lahan, individu dan badan hukum mempunyai kewajiban untuk turut memberikan sebagian keuntungannya kepada negara.
Maksudnya, jangan sampai sertifikat HGU disalahgunakan, tidak sesuai syarat dan aturan. Saya berpendapat, ada baiknya Rizieq mengurus legalitas lahan untuk kemudian diluruskan pemanfaatannya. Bila perlu sampai ke pengadilan.
Masalah pihak mana yang nantinya disalahkan, entah PTPN VIII atau Rizieq, sekali lagi, tidak menegasi hak kepemilikan lahan oleh negara. Atas nama negara, pemerintah yang berhak menentukan, akan dijadikan untuk apa lahan itu.
Ya, sebagian pihak akhirnya menghubung-hubungkan sengketa lahan dengan urusan politik. Mereka beranggapan, lahan Markaz Syariah digugat sebagai rangkaian upaya dalam "melumpuhkan" kekuatan Rizieq dan kelompoknya.
Sah-sah saja orang berpendapat demikian. Cuma, jangan sampai juga dimaknai bahwa, kewibawaan negara atas lahan miliknya boleh "tergadai" karena keberpihakan politik.
Saya justru berpikir, jangan-jangan selama ini PTPN VIII kurang "maksimal" merebut kembali lahannya karena menunggu petunjuk arah kekuatan politik. Saya mengira, PTPN VIII baru berani sekarang usai menyaksikan Rizieq dan kelompoknya gagal mendapat sokongan politik.
Para pembaca tentu ingat, beberapa waktu lalu, tepatnya saat perhelatan Pemilu 2019, Markaz Syariah pernah menjadi lokasi basis pendukung pasangan Prabowo-Sandiaga dan Partai Berkarya besutan Keluarga Cendana.
Ada yang masih ingat jika Prabowo dan anak-anak Soeharto sempat mengunjungi Markaz Syariah untuk kepentingan politik mereka? Saya yakin, andai Prabowo-Sandiaga menang Pilpres 2019 (belum tahu soal nasib Partai Berkarya), mustahil lahan Markaz Syariah disengketakan oleh PTPN VIII.
Supaya ingat, pada 3 Oktober 2018, Prabowo pernah menyambangi Markaz Syariah, di mana ia disambut ribuan orang. Di sana ia menyampaikan permohonan dukungan dalam Pilpres 2019. Sila baca (klik) artikel CNN Indonesia ini.
Mereka antara lain Siti Hardijanti Rukmana (Tutut Soeharto) dan Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek Soeharto). Keduanya hadir tidak hanya meminta dukungan politik, tetapi sekaligus memuji Rizieq dan FPI.