Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Markaz Syariah, Lokasi "Berkenangan" bagi Prabowo dan Keluarga Cendana

26 Desember 2020   15:13 Diperbarui: 26 Desember 2020   15:38 1399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbagai media masih ramai membahas keberadaan Markaz Syariah yang berlokasi di Lereng Gunung Gede, Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Ramai karena rupanya ada sengketa lahan di sana, yang melibatkan PT Perkebunan Nusantara VIII dan Rizieq Shihab.

PTPN VIII dan Rizieq, masing-masing berjuang keras untuk mendapatkan hak hukum dalam mengelola lahan seluas puluhan hektar. PTPN VIII mengaku Rizieq telah menyerobot tanah milik mereka dengan cara mendirikan bangunan, sementara Rizieq menepisnya.

Rizieq menjelaskan, lahan yang saat ini Markaz Syariah tempati merupakan hasil jual-beli dengan para petani setempat. Awalnya lahan digarap petani, lalu pada 2013 dibelinya untuk membangun sejumlah fasilitas, yang terdiri dari pondok pesantren dan perkebunan sayur-mayur.

Dalam keterangannya, Rizieq mengaku, sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) memang masih atas nama PTPN VIII, sehingga wajar jika perusahaan itu melayangkan somasi terhadapnya.

Namun demikian, Rizieq membela diri. Menurutnya, lahan dibeli karena, selain para petani ikhlas menyerahkannya, lahan juga sudah ditelantarkan selama puluhan tahun oleh PTPN VIII.

Maka, apabila pihak PTPN VIII ingin mendapatkan kembali lahan tersebut, Rizieq meminta pembayaran uang ganti rugi. Biaya lahan dan bangunan wajib dikembalikan.

Sebagai pribadi, saya kurang paham bagaimana penyelesaian kasus sengketa lahan itu. Tentunya harus ada pihak yang menengahi dan memberi solusi. Akan tetapi, tidak salah kalau saya ikut berpendapat singkat di sini.

Hemat saya, seandainya betul lahan sudah ditelantarkan PTPN VIII, bukan berarti Rizieq dengan mudah mengelolanya. Karena ketika HGU PTPN VIII tercabut gara-gara dinilai menelantarkan, otomatis lahan kembali ke negara.

Artinya, Rizieq wajib menyelesaikan kewajibannya bila ingin mendapatkan atau melanjutkan HGU. Antara lain, mengurusnya dari tingkat RT dan RW, hingga ke BUMN. Apakah Rizieq telah melakukannya? Belum ada kepastian jelas mengenai hal itu.

Selanjutnya, menurut Undang-undang atau pun peraturan lain, bolehkah individu menguasai lahan milik negara untuk membangun fasilitas semisal pondok pesantren? Apakah bangunan ini sejenis usaha di pandangan Rizieq?

Karena berdasarkan peraturan, lahan bersertifikat HGU hanya diberikan kepada individu atau badan hukum yang bergerak di bidang perkebunan, perikanan, dan peternakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun