“Mir, orang-orang yang memperkosamu ternyata orang-orang sewaan mami Mir.”
“Maksud kamu?” tanyaku sambil menatap wajah Bayu.
“Iya Mir, kamu tau kan dulu mamiku pernah nyewa orang buat mata-matain kamu. Nah, ternyata oleh mami, orang-orang itu di suruh memperkosa kamu Mir.”
Aku terkejut mendengar cerita Bayu. Aku marah, aku benci. Ingin rasanya ku maki Bayu.
“Aku baru tau kejadian itu dua tahun yang lalu Mir.” Bayu melanjutkan ceritanya.
“Waktu itu mamiku sedang sakit. Dia terkena kanker. Mami menceritakan semuanya Mir. Tentu saja aku marah. Tapi mami sudah menyesali perbuatannya Mir. Beliau ingin bertemu denganmu, ingin meminta maaf. Sudah dua tahun ini aku berusaha mencarimu Mir..”
Aku hanya terdiam dan menangis. Aku masih Syok mendengar penuturan Bayu. Mengapa ibunya begitu tega melakukan semua itu padaku. Apa salah dan dosaku sehingga harus menerima penghinaan seperti itu.
“Sekarang mamiku sekarat Mir. Bahkan untuk matipun ia sulit. Sepertinya ada yang mengganjal di hatinya. Mungkin itu kamu Mir, mungkin beliau menunggu kata maaf darimu. Mir, aku masih Bayu yang dulu. Bayu yang benar-benar menyayangimu dengan tulus, mencintaimu apa adanya. Bayu yang akan selalu menjagamu. Sejak kehilanganmu, aku tak pernah berhubungan dengan perempuan manapun Mir. Hatiku masih untukmu. Aku menjaganya Mir.”
Bayu mendekatkan tubuhnya padaku. Ia menggenggam tanganku dengan lembut. Entah bagaimana perasaanku kini. Aku benar-benar marah. Bagaimana mungkin perbuatan sekeji itu bisa selesai hanya dengan permintaan maaf? Sedangkan aku dan ibu bertahun-tahun bergelut dengan luka yang mendalam. Segampang itukah Bayu datang meminta maaf dan menyatakan cintanya padaku? Kemana ia selama ini?
“Mir, aku dengar kamu sudah punya anak laki-laki Mir? Sekarang udah gde ya Mir? Namanya siapa Mir?” tanya Bayu sambil terus menggenggam tanganku. Sesekali ia mengusap air mataku.
“Anjas. Namanya Anjas.” Aku menjawab singkat. Tatapanku kosong. Tubuhku lemas.