“Bener iya Mir?” Bayu seperti tidak percaya dengan jawabanku
“Iya bener. Cerewet, cepat berdiri, malu tau di liatin orang banyak!!”
Aku sungguh kesal dengan Bayu. Dasar cowok egois. Aku benar-benar tidak mempunyai pilihan lain selain mengatakan ‘iya’. Karena Bayu akan melakukan apa yang ia katakan. Dia tidak akan berhenti sampai ia mendapatkan apa yang ia mau. Bayu akan terus berlutut seperti saat ini jika saja aku tetap mengatakan tidak.
Di dalam mobil, Bayu tersenyum melihatku. Kalau dulu, ketika masih pacaran, ia akan menggodaku saat melihat wajahku yang kusut karena ngambek. Tapi sekarang, dia hanya tersenyum. Sepeda motor kutitipkan di salon. Emak Ros sempat bertanya, tapi kujawab seadanya. Mungkin ia berpikir bahwa Bayu adalah pelangganku, dan aku ingin di bawa ke hotel. Aku tak terlalu merisaukannya. Suatu saat, aku akan menceritakan semua kepadanya. Sepanjang perjalanan, Bayu memutar lagu-lagu kesukaanku. Mungkin ia berharap aku akan tersenyum. Tapi tidak, aku menahan senyum itu. Aku masih kesal padanya. Kupalingkan wajahku ke jendela dan memandang ke arah luar.
**
Bayu memarkir mobil jazz silver miliknya di pinggir jalan. Tepat menghadap ke jurang. Aku masih bisa memandang keindahan Jogja di kala malam dari dalam mobil. Sesaat aku merasa betapa sesungguhnya aku merindukan tempat ini. Aku senang bisa berada disini lagi dan bersama dengan Bayu, walaupun keadaannya sudah berbeda. Tidak seperti dulu lagi. Tapi aku tak ingin terlalu larut dalam perasaan ini. Aku tak ingin terluka lagi. Bahkan, aku sendiri tidak yakin, apakah di hatiku masih ada cinta untuk Bayu.
“Ayo cepet, mau ngomong apa?”tanyaku pada Bayu.
“Aku pengen ngomong soal kejadian itu Mir.”Bayu menjawab pelan.
“Kenapa? Bukannya kamu malu? Kamu ninggalin aku gara-gara aku di perkosa kan? Terus ngapain kamu mau ngomongin masalah itu sekarang?”
“Aku salah Mir. Kamu gak ngerti posisiku. Jabatan ayah memaksaku untuk melakukan itu. Dan sekarang, aku sadar, semua itu salah..”
“Terus? Sekarang kamu maunya apa?” tanyaku dengan sinis