Mohon tunggu...
Try Kusumojati
Try Kusumojati Mohon Tunggu... -

selalu ingin tahu lebih

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mirna dan Dosa (Rahasia Bayu)

2 Maret 2011   08:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:08 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Perjalanan dari rumah  menuju warung steak tempat  aku dan Bayu sering bertemu tidak memakan waktu yang lama. Hanya sepuluh menit saja. Aku suka tempat ini, dan aku suka menu masakannya. Bagi orang miskin seperti aku, makan steak merupakan hal yang mewah. Tapi di Jogja, ada sebuah warung yang menyediakan menu masakan ala Barat ini dengan harga yang tidak mahal.

Segera kuparkir motor matik-ku di depan warung. Aku menengok ke dalam warung. Bayu sudah datang. Dia duduk di meja yang terdapat di sudut ruangan. Tempat biasa kami duduk jika datang ke tempat ini. Ku hampiri Bayu yang terlihat gelisah. Dia pasti menyangka aku tak akan datang. Tapi aku pasti datang. Aku adalah tipe orang yang selalu menepati janji. Bagiku, janji lebih dari hutang. Janji itu sangat penting. Kalau aku sudah berjanji, aku pasti akan menepatinya. Bayu tersenyum melihat kehadiranku. Dia menarik kursi dan mempersilakan aku untuk duduk. Itu adalah kelebihan Bayu. Dia selalu memperlakukanku bak putri raja. Dia selalu melakukan hal-hal romantis yang kadang tidak terduga sama sekali. Pernah suatu saat, ketika masih pacaran, kami mengalami pertengkaran hebat. Aku ngambek, dan tidak mau menemui Bayu. Bayu mungkin saat itu memang benar-benar mencintaiku. Ia melakukan hal yang tidak kuduga sama sekali. Malam itu hujan sangat deras. Bayu hendak menemuiku dirumah. Tapi aku tak mau keluar. Kuminta Ibu untuk menyuruhnya pergi dan tidak memperbolehkan Bayu masuk ke dalam rumah. Ibu sempat tidak enak dengan Bayu, tapi aku memaksa. Bayu tidak menyerah begitu saja. Dia tetap berdiri di depan rumahku. Dia menungguku hingga pagi. Dia berteriak di tengah hujan, meminta maaf dan mengatakan bahwa ia sungguh menyayangiku. Perbuatannya malam itu membuatku luluh dan memaafkannya.

**

Tak berapa lama, datang seorang pelayan mengantarkan makanan dan minuman. Rupanya Bayu telah memesan terlebih dahulu. Blackpepper dan jus tomat untukku. Hmm, Bayu masih ingat kesukaanku. Dia tidak lupa sama sekali. Ia bahkan menaburkan merica bubuk dan saos sambal ke atas makananku. Aku memang penikmat makanan pedas. Berbeda dengan Bayu. Dia sama sekali tidak menyukai makanan pedas. Sirloin double yang ia pesan selalu istimewa, tidak pedas. Tapi hari ini sepertinya berbeda. Dia menaburkan merica dan saos sambal ke dalam makanannya. Aku sedikit kaget melihatnya. Apa yang terjadi? Mungkinkah Bayu sudah mulai menyukai makanan pedas? Lalu pelayan kembali datang dengan membawakan minuman. Siapa yang memesan pikirku. Jus tomat dan jus apel, minumanku dan minuman Bayu. Lalu, lemon tea ini kepunyaan siapa?

“Maaf mas, lemon tea-nya telat..” Kata pelayan itu pada Bayu.

“Oh Gak apa-apa mas. Makasi ya..” Jawab Bayu.

Tidak biasanya Bayu memesan dua minuman sekaligus. Untuk apa? Ah, lama tidak berjumpa, kebiasaan Bayu telah banyak berubah.

“Ayo Mir, kita makan dulu ya. Mumpung masih anget..” Bayu mempersilakan aku untuk makan.

Aku diam tidak menjawab. Aku masih sedikit terkejut dengan kebiasaan Bayu yang telah berubah. Namun tidak lama kemudian, pertanyaan dalam benakku tentang minuman tadi terjawab sudah. Bayu masih seperti dulu. Ia masih tidak menyukai makanan pedas. Minuman ekstra yang ia pesan, rupanya untuk mengatasi rasa pedas pada makanannya. Tindakannya hari ini mungkin untuk menyenangkan hatiku saja. Dulu aku memang selalu memaksanya untuk mencoba makanan pedas. Aku selalu menaburkan merica dan saos sambal ke dalam makanannya. Dan ketika melihatnya panik menahan pedas, aku tertawa girang. Mungkin itu yang coba ia lakukan sekarang. Ia berhasil, aku tersenyum kecil. Hanya tersenyum, tidak tertawa seperti dulu.

Kulihat ada peluh membanjiri keningnya. Biasanya, aku akan melapnya dengan tissue. Tapi kali ini tidak, dan Bayu mahfum. Dia melap keningnya sendiri dengan tissue. Bayu..Bayu…

Kami makan tanpa suara. Bayu sempat ingin mengajakku berbicara, menanyakan kabar Ibu dan sebagainya. Tapi aku hanya menjawab seadanya, selebihnya, kami terdiam dan membisu seperti sepasang musuh yang hendak saling membunuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun