Aku terdiam mendengarkan kisah mbah Karti dan suaminya. Ternyata apa yang aku alami mungkin belum seberapa dengan yang pernah ia alami. Air mataku menetes. Aku tak sanggup menahannya. Mbah Karti mengambil sapu tangan miliknya. Ia mengusap air mataku, lembut dan penuh cinta.
“Percayalah pada kekuatan cinta neng ayu. Cinta tidak pernah salah..” Mbah Karti tersenyum.
“Iya mbah, makasi..” Aku menjawab sambil terisak.
**
“Mbah, mbah lagi ngapain?” Aldo memanggil mbah Karti dari luar kamar. Rupanya ia sudah bangun.
“Lagi mijitin tante Mirna cucuku sayang. Ini sudah selesai, sebentar ya.” Mbah Karti menjawab
“Cepet mbah. Mama dan papa sudah menunggu di luar.”
Mbah Karti membereskan perlengkapan pijatnya. Ku lap tubuhku dengan handuk lalu mengambil bra dan pakaianku. Badanku terasa lebih ringan. Pijatan mbah Karti memang tiada duanya. Aku mengambil dompetku dan mengeluarkan sejumlah uang.
“Ini mbah, seadanya..”
“Loh, kok banyak banget neng ayu? Ga usah..”
Mbah Karti mencoba mengembalikan uang yang aku berikan. 100 ribu jumlahnya.