Mohon tunggu...
Triyono Abdul Gani
Triyono Abdul Gani Mohon Tunggu... Bankir - Direktur Eksekutif Otoritas Jasa Keuangan

Deadly combination dari Jawa dan Sunda

Selanjutnya

Tutup

Financial

Mengembalikan Marwah Pinjaman Online

10 September 2024   10:34 Diperbarui: 10 September 2024   12:04 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perangkat lain yang lebih formal yang saat ini dianggap efektif dalam mengembangkan UMKM yang unbankable ini adalah koperasi dan beberapa lembaga keuangan mikro. Dengan adanya pinjol, maka terdapat tambahan arsenal untuk meningkatkan efektifitas penetrasi untuk mengembangkan UMKM. Jumlah UMKM yang sangat banyak ini memang memerlukan tindakan kolektif dengan cara yang tidak konvensional (selalu disalurkan melalui bank).

Di sisi lain, ada lembaga lain seperti urun dana sosial (social crowd funding). Urun dana sosial ini bisa berbasis keagaam (ZISWAQ) ataupun sosial biasa. Walaupun urun dana sosial ini memiliki potensi yang besar dan sangat sesuai dengan karakteristik pembiayaan UMKM sebagaimana diuraikan oleh Triyono (Harian Kontan tanggal 17 Januari 2024), namun kurang memiliki daya ungkit yang cukup besar karena ukurannya relatif jauh lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pasar yang harus dilayani.

Rekomendasi Kebijakan

Indonesia termasuk ekonomi yang berbasis usaha kecil. Pada tahun 2019, berdasarkan data dari Kemenkop UKM, sektor usaha kecil menyerap 123,3 ribu tenaga kerja. Kontribusi dari sektor usaha kecil ini terhadap PDB tercatat sebesar 60,5%. Namun perlu diingat bahwa terdapat dua kategori UMKM yang ada di Indonesia yaitu yang sudah bankable dan yang belum bankable. Penyaluran KUR tahun 2023 tercatat sebesar Rp260,62 triliun dari target Rp270 triliun. Salah satu penyebab tidak tercapainya target ini adalah karena adanya syarat agunan dalam sebagai mitigasi risiko KUR.

Pinjol adalah bisnis model yang tidak memerlukan agunan dan bisa melayani segmen yang tidak bisa dilayani oleh perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Dengan demikian, pinjol ini perlu didukung keberadaannya karena sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Meminjam teori dari Ragnar Nurske tentang Lingkaran Setan Kemiskinan, aspek permodalan adalah salah satu masalah besar yang sangat penting untuk dipecahkan. Apabila tidak ada penyelesaian yang baik, maka kemiskinan di Indonesia akan terus berputar seperti lingkaran setan.

Namun demikian, untuk memitigasi risiko yang sudah dan akan terjadi, maka diperlukan adanya penajaman kebijakan diantaranya adalah :

  • Faktanya bahwa ada sebuah relung dalam perekonomian Indonesia yang tidak bisa dilayani oleh lembaga keuangan formal yaitu segmen UMKM yang unbankable. Segmen ini sangat penting untuk meningkatkan kontribusi sektor usaha kecil dan berperan dalam menaikkan kapasitas usaha menjadi bankable. Dengan demikian, mempertahankan pinjol ini sangat penting dengan cara memberikan ruang gerak yang cukup dan tidak bersifat mematikan.
  • Karakteristik pembiayaan di segmen ini sangat khusus, yaitu bersifat pembiayaan antara (bridging loan), memiliki nominal yang tertentu (bisa Rp 2 miliar atau bahkan sampai Rp 10 miliar), berjangka pendek (durasi hingga 1 tahun), berbunga tinggi, tanpa agunan dan fleksibel. Untuk itu, pengaturan harus dikonsentrasikan pada permurnian model bisnis yang ada melalui peningkatan penerapan aturan secara ketat.
  • Relung yang dilayani oleh pinjol memiliki risiko yang sangat tinggi. Pemahaman bahwa bisnis pinjol ini berisiko lebih tinggi daripada bisnis keuangan lainnya, maka sangat wajar apabila suku bunga yang diterapkan akan lebih tinggi. Namun demikian, tingkat keekonomian yang wajar tetap diperlukan melalui penetapan suku bunga maksimum. Perlu sangat diperhatikan bahwa pinjol ini tidak apple to apple dengan bisnis keuangan lainnya. Perlu dicermati bahwa plafond suku bunga pinjaman uncollateral disamakan dengan yang fully collateralized, maka bisnis tersebut tidak akan bertahan atau akan melakukan rekayasa untuk menutup premi risiko yang ada.

Sebagai penutup, kebijakan yang tepat perlu difikirkan agar memberikan manfaat optimal bagi investor, sektor keuangan maupun perekonomian Indonesia. Tentu saja tidak ada kebijakan yang akan menyenangkan semua pihak. Kebijakan yang kondusif dan supportif mutlak diperlukan. Mengingat bahwa pinjol ini bukan merupakan intermediasi keuangan, maka kebijakan untuk pinjol tidak akan bisa disamakan dengan kebijakan lembaga keuangan. Perlu pengaturan spesifik yang menghormati dan mempertahankan kekhususan model bisnis ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun