Pangsa pasar dari pinjol dalam mendukung UMKM ini sangat jelas. Faktanya berdasarkan data yang diterbitkan oleh Kementerian Koperasi dan UMKM dan Badan Pusat Statistik tahun 2017, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar, terdapat sebuah kelompok UMKM sebanyak 58,9 juta yang memiliki kelayakan usaha namun bersifat tidak layak menurut perbankan (unbanklable) sebanyak 17,67 juta. Sedangkan sisanya sebanyak 41,24 juta bersifat tidak layak usaha sekaligus unbankable.
Dengan memperhatikan penyaluran kredit di Indonesia yang hampir semua melalui bank, termasuk KUR, maka akan terdapat relung pasar yang tidak pernah dapat dilayani oleh perbankan secara formal. Untuk itu, diperlukan adanya aktor lain yang berani untuk melayani relung pasar ini apabila menginginkan memajukan UMKM di Indonesia. Visi awal ketika pinjol ini di-institusionalasikan oleh OJK adalah mempersiapkan UMKM yang bersifat unbankable menjadi lebih berkembang dan dapat naik kelas menjadi pengusaha yang bankable.
Selain itu, perlu diingat sekali lagi bahwa sifat pinjaman melalui pnjol ini bersifat bridging dan bukan investasi biasa. Oleh karena itu tidak heran apabila karakteristik pinjol adalah : berjangka pendek, bernilai kecil, tanpa agunan, berformat campuran (angsuran, diskonto atau balloon payment). Contoh dari pembiayaan antara ini (bridging) dan tidak mungkin dapat dimasuki oleh lembaga keuangan formal adalah Purchase Order Financing dan Invoice Financing. Kedua jenis prosuk ini tidak bisa dilakukan oleh lembaga keuangan formal, karena memang tidak ada agunan yang jelas. Selain itu, proses penagihan-nya pun menjadi rumit dan sangat spesifik. Sedangkan bagi pinjol, hal ini dimungkinkan dengan bantuan teknologi untuk mempercepat proses penagihan.
Karakteristik ini kemungkinan juga bisa berubah seiring perkembangan industri. Fleksibilitas merupakan kelebihan daripada pinjol yang tidak bisa ditiru oleh lembaga keuangan yang cenderung bersifat produksi massal dan kaku.
Relung pasar yang dilayani oleh pinjol ini, memang memiliki risiko yang sangat tinggi. Sebagai konsekwensinya, maka suku bunga yang diminta oleh para investor juga sangat tinggi yang sudah pasti akan lebih tinggi daripada suku bunga perbankan atau institusi intermediasi lainnya. Kalau dari sisi peminjam, tingginya suku bunga ini kemudian dianggap sebagai beban yang berlebihan sehingga pinjol juga sempat diberi gelar "rentenir online".
Mitigasi risiko bisnis pinjol sangat diperlukan agar tidak mengulangi kegagalan yang terjadi di China. Namun perlu difahami bahwa mitigasi risiko yang ada tetap mempertahankan bisnis model pinjol, karena kalau kemudian disejajarkan dengan pembiayaan formal, maka akan menghilangkan fungsi dan keunggulan pinjol itu sendiri. Dalam kasus ini prinsip same risk same rule tidak tepat, karena memang risiko nya sangat unik, jadi harus diperlakukan secara berbeda.
Beberapa mitigasi untuk risiko bisnis pinjol secara pengaturan adalah :
- Pembatasan plafond dan jangka waktu investasi. Secara sederhana dapat diasosisasikan bahwa semakin terbatas jumlahnya dan jangka waktu investasinya, maka risikonya menjadi lebih dapat dibatasi.
- Penggunaan asuransi kredit memang memberikan dampak positif, sebagai contoh untuk investasi di bidang pertanian, bisa memanfaatkan asuransi mikro yang sudah ada. Untuk itu, pinjol pertanian perlu mensyaratkan para peminjam agar melengkapi infrastruktur dan transaksi mereka menggunakan asuransi.
- Karakterstik khusus yang ada pada pinjol adalah bahwa risiko seharusnya ditanggung sendiri oleh investor. Dengan demikian, bentuk investor yang memiliki kemampuan menganalisis risiko dengan baik menjadi mutlak. Investor yang ada tidak boleh hanya mengandalkan analisis yang dibuat oleh platform saja, melainkan harus secara aktif masuk ke dalam asesmen risiko. Pengecekan ganda sangat penting, karena akan lebih baik banyak mata yang melihat daripada timbul titik kosong.
- Tentu saja dalam proses bisnis, tidak luput dari risiko usaha. Biasanya yang dilakukan adalah restrukturisasi pinjaman. Dalam kasus pinjol ini, pihak mana yang boleh melakukan restrukturisasi menjadi pertanyaan besar. Yang jelas platform tidak memiliki kewenangan karena bukan lembaga intermediasi. Dengan demikian, investorlah yang dapat melakukan restrturisasi terhadap pinjaman yang tidak berjalan dengan baik. Apabila mekanisme ini disepakati, maka diperlukan adanya wadah yang pas agar proses restrukturisasi ini dapat dilakukan dengan baik. Misalnya, pembentukan Komite Investor di perusahaan pinjol, sangat tepat untuk memiliki kewenangan dalam melakukan restrukturisasi (meminjam praktik yang dilakukan oleh Komite Pemilik Obligasi).
- Dalam praktik saat ini, dikenal istilah primary lender (pendana utama) yang mungkin terdiri dari satu atau lebih pendana. Apabila lebih dari satu pihak, maka dapat dibentuk semacam konsorsium pendana. Oleh karena itu, pembentukan Komite Investor sangat mungkin diterapkan.
Masa Depan Pinjol di Indonesia
Berdasarkan data yang ada, relung pasar UMKM yang dinilai tidak bankable ini cukup besar dan perlu menjadi perhatian bagi pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia. Ketika pinjol masuk dan melayani relung pasar ini, secara politis perlu didukung walaupun tetap diperlukan adanya perbaikan tata kelola dan pengawasan yang baik dari otoritas.
Bisa dibayangkan bahwa apabila tidak ada aktor yang menjalankan bisnis di segmen ini, maka akan timbul aktor lain yang masuk ke segmen tersebut. Selama ini pembiayaan di segmen ini menggunakan dana pribadi ataupun rentenir. Dengan adanya peranan dari pinjol ini, maka bisa dipastikan proses pendewasaan UMKM unbankable di Indonesia akan lebih cepat. Tentu saja dengan semakin optimalnya pertumbuhan segmen ini, maka secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih baik lagi.