Mohon tunggu...
TRIYANTO
TRIYANTO Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa_Universitas Mercubuana

NIM: 55522120004 - Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 10_Pemeriksaan Penagihan Pajak Trans substansi Pemikiran Aristotle

7 Juni 2024   01:48 Diperbarui: 7 Juni 2024   01:52 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kuis 10_  Model Pemeriksaan Penagihan Pajak  Trans substansi Pemikiran Aristotle

Dalam sejarahnya Aristoteles telah mencetuskan sembilan kategori (nine categories) berpikir filsafat, untuk mempelajari suatu makna ada atau keberadaan sesuatu.

Sembilan kategori tersebut menurut Aristoteles merupakan seperangkat pernyataan yang mampu untuk mengklasifikasikan semua pernyataan lainnya.

Sembilan kategori tersebut diantaranya:

1.    Kuantitas,

Artinya bahwa setiap hal pasti berada pada dalam bentuk dirinya sendiri, bukan diri yang lain. dalam perpajakan maka yang dimaksud adalah berupa angka, jumlah penghasilan, tarif pajak dan besarnya penerimaan pajak yang diterima.

2.    Kualitas,

Artinya bahwa setiap hal pasti akan berada di dalam kualitas akan dirinya sendiri, bukan yang lain. Misalnya, Aristoteles itu cerdas, berwibawa, bijaksana, putih, dan lain sebagainya. dalam pajak maka kaitanya dengan bagaimana kualitas dan pelayanan dalam pemeriksaan pada setiap otoritas pajak di perhatikan. Seorang audit pajak harus punya kualitas dan kompetensi diri serta keahlian yang menjamin agar membangun rasa kepercayaan wajib pajak.

3.    Relasi,

Artinya adalah bahwa setiap hal pasti berada di dalam suatu hubungan dengan yang lainya. Misal, Aristoteles merupakan murid Plato atau Edi merupakan putra dari Bambang, dan lain sebagainya. dalam perpajakan maka relasi hubunganya dengan bagaiaman audit pajak membangun hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa agar saling terbuka dan transparansi.

4.    Tempat atau dimana,

Merupakan sebuah eksistensi bahwa setiap hal pasti akan terikat dalam suatu ruang tertentu, atau di dalam suatu habitatnya. Misalnya di rumahnya. dalam perpajakan maka yang dimaksud adalah apakah dalam pemeriksaan atau audit pajak dilakukan di kantor,rumah atau lokasi lainya.

5.    Waktu,

Artinya  bahwa setiap hal dalam suatu eksistensinya pasti akan terikat dalam suatu waktu tertentu. Misalnya, Sokrates dalam menjalankan seluruh kegiatan kehidupan dalam keluarga, telah mengatur jadwal yang sudah teratur. Kaitanya dengan pemeriksaan pajak artinya dalam melakukan pemeriksaan maka otoritas pajak harus memperhitungkan dan memperhatikan waktu dan jadwal yang sudah ditentukan oleh DJP agar proses pemeriksaan dilakukan dengan tepat waktu.

6.    Posisi,

Artinya bahwa eksistensi pada setiap hal pasti akan terikat dalam suatu keadaan tertentu. dalam perpajakan maka setiap wajib pajak dan Otoritas pajak harus tahu posisi dan kekuatan masing masing agar saling menghargai.

7.    Kepemilikan,

Artinya bahwa dalam eksistensinya maka setiap hal pasti akan terikat dalam suatu kebiasaannya sendiri. Misalnya, seseorang yang melakukan kebiasaan berdialog dalam proses perkuliahan. 

8.    Berbuat (aksi),

Artinya bahwa dalam menjalankan hubungannya dengan yang lain, setiap hal pasti akan memainkan suatu peran masing masing. Misalnya, Seorang Auditor pajak harus menjalin komunikasi dengan Wajib Pajak agar ada sedikit empati dalam proses pemeriksaan.

9. Pasif,

Artinya bahwa setiap hal pasti akan menanggung suatu derita atas aksi atau tindakan yang telah diperankan. Misalnya sebagai mempertanggungjawabkan perannya baik sebagai otoritas pajak maupun perannya sebagai Auditor Pajak dalam pemeriksaan.

Dari kesembilan kategori tersebut, maka substansi mengandung arti “sesuatu yang berdiri sendiri dan sekaligus mendasari atas sesuatu lainnya” (sub-stare). Pada substansi tersebut dapat ditambahkan sebuah keterangan, dapat dirinci menjadi berbagai macam, tetapi substansi itu sendiri tidak dapat dijadikan sebagai sebuah keterangan atau suatu rincian pada yang lain. Substansi yang dimaksud adalah yang diterangkan. Sembilan Kategori tersebut merupakan penyebut atau pemberi bentuk sehingga  ia tidak dapat berdiri sendiri, atau dapat disebut dengan aksidensi.

 

Pemeriksaan Penagihan Pajak

Pemeriksaan pajak dan penagihan pajak merupakan suatu bagian dari pilar dalam penegakan hukum pajak. Pemeriksaan Pajak dikatakan berkualitas jika tahapan-tahapan dalam pemeriksaan pajak dapat dilakukan secara efektif dan dapat meningkatkan realisasi pada penerimaan pajak. Jika dilihat dari tujuan pemeriksaan pajak itu sendiri yaitu proses untuk menguji kepatuhan atas Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban dalam perpajakannya, jika Wajib Pajak telah Patuh maka persentanse penerimaan pajak pun akan meningkat. Begitu juga sama halnya dengan proses penagihan pajak yang juga dapat berpengaruh terhadap wajib pajak. Tindakan penagihan pajak secara aktif dan langsung dapat memberikan sebuah peringatan dan teguran kepada setiap wajib pajak agar selalu patuh dan  menaati segala peraturan yang ada dengan membayar atau melunasi utang pajaknya ataupun melunasi atau membayar biaya atas penagihan pajak. Sehingga, dengan meningkatnya kepatuhan wajib pajak dalam penerimaan maka pajak penghasilan pun secara otomatis akan meningkat juga. Jika wajib pajak semakin patuh dan taat dalam melaporkan SPT Tahunannya dengan tepat waktu dan akurat, maka peningkatan atas penerimaan pajak juga akan meningkat.

Selain itu Penagihan pajak juga merupakan serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak dapat melunasi utang pajak serta biaya penagihan pajak dengan cara menegur atau memberi peringatan, melakukan penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan sebuah Surat Paksa, melaksanakan penyitaan , mengusulkan pencegahan, menjual barang yang telah disita dan melaksanakan penyanderaan.

Penagihan pajak yang dilakukan  baik penagihan secara pasif maupun penagihan secara aktif dpat dilakukan oleh DJP untuk upaya  meningkatkan penerimaan pajak. Dengan dilakukan tindakan penagihan pajak secara pasif maupun aktif maka diharapkan pencairan akan tunggakan pajak yang disebabkan karena suatu Wajib Pajak tidak dapat mematuhi aspek material sesuai peraturan perpajakan, dapat direalisasikan. Hal tersebut dapat memberikan efek dalam peningkatan pada penerimaan pajak. Apabila dalam jumlah penagihan pada Surat Tagihan pajak baik itu utang pajak maupun sebuah sanksi, dapat diterima baik oleh Wajib Pajak maka akan memberikan sebuah dampak kepada jumlah pencairan pajak sehingga akan memberikan dampak kepada jumlah pencairan atas tunggakan pajak, dan  penerimaan pajak akan semakin meningkat.

Jenis Penagihan Pajak

Dalam proses penagihan pajak tentunya harus memiliki hubungan dengan penanggung pajak sebagaimana yang telah di terangkan dan dijelaskan sebelumnya. Dalam hal ini maka dapat dipungkiri bahwa setiap wajib pajak yang tentunya memiliki beberapa penanggung pajak. Terkait dengan hal tersebut, maka terdapat beberapa jenis penagihan pajak, baik itu secara pasif, aktif, maupun seketika dan sekaligus. Berikut penjelasannya :

1. Penagihan Pajak Pasif

Dalam proses penagihan pajak yang bersifat pasif ini, maka otoritas pajak atau fiskus hanya bisa menerbitkan sebuah Surat Tagihan Pajak (STP) atau surat sejenis lainnya yang dapat menyebabkan pajak terutang akan naik dan menjadi lebih besar. Pada jenis penagihan ini, maka otoritas pajak atau fiskus hanya akan memberitahukan kepada setiap wajib pajak terkait bahwa terdapat sejumlah utang pajak. Dan apabila dalam kurun waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak diterbitkannya STP ataupun berupa surat sejenis lainnya, dan wajib pajak tidak melakukan pembayaran utang pajak  tersebut, maka dari pihak otoritas pajak atau fiskus dapat menerapkan penagihan secara aktif.

2. Penagihan Aktif

Dalam hal ini, Seperti yang telah dijelaskan pada jenis penagihan sebelumnya, yangmana dalam penagihan aktif akan secara langsung dapat dilakukan apabila suatu wajib pajak atau para penanggung pajak tidak melakukan proses pembayaran sejak diterbitkannya STP. Dalam proses penagihan secara aktif ini, maka otoritas pajak maupun fiskus akan mengerahkan seorang juru sita pajak dalam melakukan aksi atau tindakan selanjutnya guna melakukan prosedur penyitaan hingga proses pelelangan apabila wajib pajak tersebut atau penanggung pajak tidak melakukan pelunasan atas utang pajak, yang terhitung 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal disampaikanya sebuah surat teguran ataupun sebuah surat paksa yang telah diterbitkan oleh otoritas pajak atau fiskus.

3. Penagihan Seketika & Sekaligus

Penagihan seketika & sekaligus ini merupakan kegiatan penagihan pajak yang telah dijalankan oleh fiskus dan seorang juru sita pajak pada wajib pajak dengan secara langsung tanpa menunggu jangka waktu atau jatuh tempo yang sudah ditentukan atas proses pelunasan pajak. Dalam Jenis penagihan ini telah mencakup keseluruhan utang pajak, mulai dari semua jenis pajak, masa pajak, hingga tahun pajak. Dalam penagihan jenis ini memiliki sebuah tujuan dalam proses mencegah terjadinya pajak terutang yang menumpuk yang pada akhirnya akan sulit ditagih.

Dasar Penagihan Pajak

Dalam proses Penagihan, ada beberapa Dasar penagihan pajak yang akan disesuaikan berdasarkan jenis pajaknya. Berikut adalah dasar-dasar yang perlu Wajib Pajak maupun Penanggung Pajak ketahui:

  • STP (Surat Tagihan Pajak)
  • Surat Keputusan Pembetulan
  • Surat Keputusan Pemberatan
  • Putusan atas Banding
  • Putusan atas Peninjauan Kembali
  • SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar)
  • SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan)
  • Dasar Penagihan atas PPh, PPN, PPnBM, dan Bunga Penagihan

Dasar Penagihan PBB

  • STP (Surat Tagihan Pajak).
  • SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang)
  • SKP (Surat Ketetapan Pajak)


Jangka Waktu Penagihan Pajak

Dalam melaksanakan proses penagihan pajak maka terdapat jangka waktu atau jatuh tempo yang dilakukan oleh DJP atas pelaksanaan penagihan pajak, termasuk biaya bunga, kenaikan, hingga biaya akan penagihan pajak, terhadap setiap Wajib Pajak atau Penanggung Pajak, yakni dalam kurun waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkanya dasar penagihan pajak. Namun, dalam proses tersebut dapat tertangguh atau melewati jangka waktu 5 (lima) tahun jika

  • Telah diterbitkanya Surat Paksa (SP)
  • Terdapat sebuah pengakuan atas utang pajak dari setiap Wajib Pajak atau Penanggung Pajak, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti mengajukan sebuah permohonan untuk melakukan angsuran/cicilan atau penundaan pembayaran pajak.
  • Telah diterbitkannya SKPKB atau SKPKBT. Hal ini lantaran setiap Wajib Pajak atau Penanggung Pajak telah melakukan tindak pidana perpajakan dan tindak pidana lainnya yang dapat merugikan pendapatan Negara.
  • Telah dilakukan sebuah penyidikan atas suatu tindak pidana dalam bidang perpajakan.

Hak Dan Kewajiban Wajib Pajak dalam Penagihan Pajak

Wajib Pajak berhak:

  • Mengajukan sebuah permohonan untuk pengajuan angsuran atau penundaan dalam pembayaran utang pajak.
  • Mengajukan sebuah permohonan untuk pengurangan ataupun penghapusan sanksi administrasi yang diterima Wajib Pajak.
  • Mengajukan sebuah gugatan atas pelaksanaan Surat Paksa (SP), Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP), hingga Pengumuman Lelang, Keputusan tersebut dilakukan atas Pencegahan dalam Rangka dalam Penagihan Pajak ke Pengadilan Pajak.
  • Mengajukan surat gugatan atas pelaksanaan penyanderaan kepada Pengadilan Negeri.
  • Mengajukan surat sanggahan atau surat keberatan atas objek sita.

Wajib Pajak berkewajiban:

  • Wajib Pajak berkewajiban untuk melakukan pembayaran atas suatu utang pajak dan biaya penagihan sebelum jatuh tempo yang telah ditetapkan.
  • Wajib Pajak berkewajiban untuk melaksanakan sebuah komitmen dalam kesepakatan angsuran atau penundaan dalam pembayaran pajak yang telah disepakati.
  • Wajib Pajak berkewajiban untuk selalu bersifat kooperatif dalam segala perbuatan dan tindakan penagihan pajak yang sedang berlangsung.
  • Wajib Pajak Untuk tidak melakukan hal-hal yang dapat melanggar ketentuan yang telah diatur dalam UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pada saat proses Penagihan Pajak sedang berlangsung yang dapat berakibat dan berdampak pada tindakan pidana, seperti menyembunyikan, memindahkan hak atas barang bukti yang disita, menghilangkan dan memindahtangankan.

Alur Penagihan Pajak

Dalam proses penagihan pajak maka akan diawali dengan adanya dasar penagihan yang terdiri dari sebuah Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Keputusan Keberatan (SK Keberatan), Surat Keputusan Pembetulan (SK Pembetulan), Putusan Peninjauan Kembali tidak disengketakan oleh wajib pajak atau penanggung pajak dan Putusan Banding.

Jangka waktu (jatuh tempo) yang ditetapkan dalam dasar penagihan yaitu 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya surat-surat tersebut. Jika dalam jangka waktu atau  kurun waktu tersebut, Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak melakukan proses pembayaran atau mengajukan surat permohonan angsuran, maka setelah sudah lewat dari waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak jatuh tempo DJP akan menerbitkan ataupun memberikan Surat Teguran.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Se - 08/Pj.75/2002

Surat edaran tersebut menerangkan tentang Kebijaksanaan dalam proses Penagihan Pajak, yang menyatakan bahwa dalam rangka mendapatkan dan melengkapi data tentang suatu harta kekayaan pada Wajib Pajak/Penanggung Pajak, dapat dilaksanakan atau dilakukan dengan cara pemeriksaan untuk tujuan penagihan pajak (delinquency audit), sehingga perlu adanya  petunjuk pelaksanaan pemeriksaan tersebut sebagaimana berikut :

A. Umum

Bahwa dalam Pemeriksaan untuk tujuan penagihan pajak maka dapat dilakukan terhadap 1000 penunggak pajak dengan skala nasional atau 500 penunggak pajak dengan skala regional atau 100 penunggak pajak dengan skala lokal yang tidak tersedia atau tidak tercatat data mengenai harta objek sita atau tersedia data mengenai harta suatu objek sita namun jumlahnya tidak mencukupi untuk dilakukan pelunasan tunggakan pajak yang dimilki.

Tujuan dalam pemeriksaan adalah untuk memperoleh sebuah data, bukti dan keterangan yang berkaitan dengan :

  • Suatu harta Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang telah dimiliki pada tahun berjalan;
  • Proses timbulnya suatu tunggakan pajak yang berdasarkan KKP, LPP dan atau Berita Acara Hasil Pemeriksaan;
  • Suatu kegiatan dalam penagihan aktif yang dilakukan;
  • Segala upaya hukum dari Wajib Pajak/Penanggung Pajak.

Jadi, Pemeriksaan yang dilakukan untuk tujuan penagihan pajak harus dapat diselesaikan dalam jangka waktu 14 hari kerja. Jika, karena adanya suatu alasan tertentu pemeriksaan pajak diperkirakan tidak dapat diselesaikan maka paling lambat 3 (tiga) hari sebelum batas waktu atau jangka waktu penyelesaian berakhir Kepala UPPP harus segera mengajukan permohonan untuk perpanjangan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan kepada Kepala Kanwil DJP atasannya yang mana disertai dengan alasan dan laporan akan kemajuan pemeriksaan. Persetujuan dalam perpanjangan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan pajak diterbitkan oleh Kepala Kanwil DJP dan dalam waktu perpanjangan penyelesaian proses pemeriksaan dapat diberikan paling lama untuk 14 hari kerja dan sudah tidak dapat diperpanjang lagi.

B.  Pelaksana Pemeriksaan

Dalam melakukan proses pemeriksaan maka pihak yang terlibat adalah :

  • Para Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak pada UP3 Lengkap (KP DJP, Kanwil DJP, dan Karikpa)
  • Pemeriksa pada KPP dan atau Kepala/Petugas KP4 yang telah ditunjuk oleh Kakanwil DJP untuk melaksanakan proses pemeriksaan.

Dalam proses pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsekuen dan konsisten diharapan dapat membawa pengaruh yang positif terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dalam kewajiban membayar hutangnya. Dalam pelaksanaannya proses penagihan pajak haruslah berdasarkan pada peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku sehingga mempunyai kekuatan hukum kuat dan baik bagi setiap wajib pajak maupun aparat pajak. Dasar hukum dalam melakukan tindakan penagihan pajak telah tercantum dalam Undang-Undang No 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Undang-Undang ini sudah berlaku mulai tanggal 23 Mei 1997. Kemudian Undang-Undang ini  diubah dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 yang sudah mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2011.

Jadi, Kegiatan penagihan pajak atas suatu utang pajak wajib pajak yang bersifat terstruktur dapat meningkatkan jumlah penerimaan pajak. Sehingga dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak tersebut, maka dilakukan upaya penagihan dengan memperhatikan faktor optimalisasi jumlah wajib pajak yang akan ditagih, agar dapat menghasilkan persentase penerimaan pajak yang tinggi. Proses Penagihan pajak memberikan kontribusi yang positif terhadap upaya peningkatan penerimaan pajak, sehingga semakin tinggi tingkat penagihan pajak maka akan semakin tinggi tingkat penerimaan pajak.

Referensi :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun