Mohon tunggu...
Tri Sukmono Joko PBS
Tri Sukmono Joko PBS Mohon Tunggu... Dosen - Tenaga Pengajar, Sekretaris Pada Yayasan Lentera Dikdaktika Gantari

Hobi membaca, senang menjadi narasumber di Bidang Manajemen Risiko

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terkepung di Negeri Pendusta

24 Januari 2025   09:17 Diperbarui: 24 Januari 2025   09:17 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari lalu saya berbincang-bincang dengan teman di kantor bercerita tentang nostalgia yang pernah dialami selama menjadi pegawai pemerintah, yang menarik dari obrolan ini adalah bahasan tentang perilaku yang secara nilai etika dan moral dianggap tidak benar tetapi dilakukan oleh banyak orang. Baiklah kita mulai ceritanya yang saya ambil dari obrolan-obrolan bersama teman.

Teman saya itu  bernama Amir, bukan nama sebenarnya. Dulu ia menjadi pegawai karena di bawa atau membawa surat sakti dari pamannya yang kebetulan sudah menjadi pejabat di salah satu instansi pemerintah, karena latar belakang pendidikan berasal dari bidang sejarah, maka ia ditempatkan di kantor yang mengurusi hal yang terkait dengan pelestarian nilai-nilai sejarah. Ia sebenarnya hendak dipromosikan menjadi seorang kepala setelah bekerja di kantor itu kurang lebih selama dua tahu. Sebuah unit kerja kecil di Provinsi paling jauh ditawarkan kepadanya, namun Amir menolak dengan beralasan terlalu jauh dan masih memiliki anak-anak yang masih kecil. Akhirnya Amir tidak jadi dipindah ke daerah namun ditempatkan sebagai pengawas di bidang sejarah.

Tiga tahun kemudian, Amir berkeinginan pindah ke daerah asalnya agar bisa dekat dengan orang tua. Amir pun mencari informasi dan mendapatkan informasi bahwa ada satu posisi sebagai Kepala Seksi di Pemerintah daerah kabupaten yang kosong, ia pun segera menyampaikan lamaran, dan ia bersyukur lamarannya diterima dan mendapat panggilan untuk wawancara. Dua hari berikutnya Amir pergi dengan semangat menuju Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten untuk menjalani wawancara. Ia tiba 30 menit sebelum waktu wawancara, maklum waktu itu belum memiliki kendaraan pribadi jadi memakai kendaraan umum. Amir diwawancara oleh Kepala Bagian Kepegawaian di Biro Sumber Daya Manusia, wawancara berjalan lancar dan Amir sangat yakin dirinya bisa diterima jadi pegawai daerah. Namun keyakinan itu memudar setelah selesai wawancara sang Kepala Bagian mengajaknya bincang-bincang santai, saat bincang-bincang itulah ia ditanya "sudah dipersiapkan belum uang mukanya?" Terkejutlah Amir 'Uang muka???' dengan tergagap dia bertanya kepada Sang Kepala Bagian "maksud Bapak uang muka apa?" 

"ya uang muka seperti biasa supaya proses pengangkatannya lancar, dan ini bukan untuk saya loh.. ini untuk atasan saya" begitu jawaban dari Kepala Bagian Kepegawaian.

Dengan lesu Amir pun bertanya kepada sang Kepala Bagian "harus berapa ya Pak?"

"Aah tidak banyak hanya 30 juta saja, itu untuk di awal. Nanti setelah SK-nya jadi tambah lagi 40 juta. Mengertikan Pak?" Begitu kata Kepala Bagian.

Perkataan Kepala Bagian ini bagi Amir seperti petir disiang bolong sehingga membuatnya terdiam agak lama sampai akhirnya sang Kepala Bagian bertanya lagi

"Bagaimana Pak ada bersedia atau tidak? karena yang menganteri juga sudah banyak?" 

Amir menggelengkan kepala sambil berkata lirih "kalau uang sebanyak itu tidak ada.. apa bisa kalau 10 juta saja?" tanya Amir coba menawar.

"Aaah kalau 10 juta.. mohon maaf tidak bisa, silakan Bapak keluar karena masih ada yang akan diwawancara lagi"

Amir pun meninggalkan kantor itu, dan ia pun ke kantor tempat sebelumnya dan bekerja sebagai pengawas.

Dari Amir, saya beralih ke obrolan beberapa teman guru, ada dua guru yang ngobrol bersama saya keduanya guru sekolah dasar, mereka sudah cukup senior karena sudah bekerja lebih dari 15 tahun. Mereka bercerita karena sudah lama menjadi guru ada keinginan untuk mengembangkan karier menjadi kepala sekolah. Mereka berdua pun berkonsultasi dengan pengawas, karena pengawaslah yang selama ini menilai kinerja kepala sekolah. Mereka menanyakan kemungkinan dan syarat-syarat untuk bisa  menjadi kepala sekolah. Syarat-syarat secara administratif pun disampaikan oleh sang pengawas, namun pengawas mengakhiri penjelasannya dengan kalimat "jangan lupa ya di dinas kabupaten nanti bapak dan ibu harus menyiapkan untuk tali asih". 

Dua rekan guru pun penasaran dan menanyakan kepada sang pengawas, "kira-kira berapa ya Pak ?"

"aah saya tidak tahu persis tapi kira-kira ya 50 juta" 

"Baiklah Pak kalau begitu terima kasih atas penjelasannya" jawab kedua guru tersebut 

Lima tahun berlalu saya bertemu lagi dengan kedua guru tersebut satu di antara mereka berdua ada yang sudah jadi kepala sekolah dasar. Saya bertanya kepada yang tidak jadi kepala sekolah, "kenapa tidak jadi kepala sekolah?"

Jawaban guru itu "saya tidak punya uang untuk memuluskan karier, jadi ya saya terima tetap jadi guru"

Itu cerita pegawai biasa yang ingin naik tingkat kariernya, ada lagi cerita dari seorang teman yang sudah bergelar profesor yang ditawari kedudukan jabatan eselon I. Kawan profesor itu adalah rekan satu angkatan ketika saya kuliah S1 di sebuah perguruan tinggi ternama, ia memang sejak mahasiswa sudah tampak kecerdasannya ketika dia duduk di semester 3 ia sudah banyak mengisi kolom-kolom surat kabar dengan opini dan analisisnya. Banyak orang kagum padanya, tetapi tidak dengan salah satu dosennya yang justru memandang teman saya sebagai ancaman... itu tidak lain karena sang dosen banyak mengirimkan tulisan ke surat kabar tapi tak satu pun surat kabar itu yang mau memuat tulisannya. Ah itu cerita waktu di kampus, sekarang cerita tentang tawaran untuk jadi pejabat eselon 1.

Di hari Minggu pagi yang cerah di saat berolahraga di jalan protokol yang mana pada hari Minggu menjadi area yang bebas dari kendaraan bermotor di kota Bandung, sang Profesor dikejut oleh sebuah panggilan berdering di telepon genggamnya, ia agak ragu-ragu karena panggilan itu dari nomor yang tidak dikenal tapi karena penasaran ya ia jawab juga panggilan itu. 

"Ya selamat pagi dengan Profesor Aby di sini.. dengan siapa ya?"

"Oh maaf Pak mengganggu libur" sahut orang yang berada diujung panggilan telepon

"Maaf Pak perkenalkan saya dari Sekretariat XX mau menyampaikan bahwa Bapak turut menjadi nominasi atau calon untuk Jabatan Direktur Jenderal xx apakah bersedia?" Tanya penelepon

Profesor Aby pun segera menjawab "bersedia"

"Baik kalau Bapak bersedia mohon nanti disampaikan cv Bapak melalui tautan yang sudah kami sediakan ya Pak"

"Baik, lalu paling lambat kapan saya mengunggah cv saya?" Tanya Prof Aby bersemangat

"paling lambat besok pagi pukul 10 ya Pak" Jawab Penelepon "Apakah bapak ada pertanyaan atau sudah cukup jelas?" tanya penelepon

"sudah cukup jelas" jawab Prof Aby, "baik kalau begitu sampai di sini ya Pak, selamat pagi" suara diujung telepon mengakhiri percakapan.

Lima hari setelah Aby mengunggah cv  ia kedatangan tamu dari salah satu partai pemenang pemilu hal ini terlihat dari seragam jas yang digunakan khas warna partai dan ada lambang partainya. Dan Aby pun mengenal wajah orang itu karena sudah sering muncul dilayar televisi.

"Selamat pagi Prof Aby" ucapan salam dengan senyum keluar dari bibir tokoh partai itu

Kemudian Prof Aby mempersilakan masuk ke ruang tamu dan meminta asisten rumah tangga untuk menyiapkan minuman.

"Mohon maaf Prof, agak mendadak dan tanpa memberitahu dulu sebelumnya"

"Tidak apa-apa Pak, justru kami merasa bahagia dan bangga Bapak berkenan datang ke tempat tinggal kami ini yang agak jauh dari pusat kota, kira-kira ada apa ya Pak?"

"Mohon maaf agak mengejutkan, ini berkenaan dengan cv yang sudah Prof sampaikan kepada sekretariat dan kami menerima tembusannya. Selaku Partai pemenang Pemilu, maka kami ingin memastikan bahwa para calon pejabat yang akan bekerja di kabinet kami adalah orang yang memiliki potensi bagi Partai" sejenak hening dan kelihatannya sang tokoh partai sedang mengamati wajah Prof Aby dan mencoba melihat reaksinya.

"Jadi seperti yang sudah saya katakan tadi bahwa orang yang akan ditempatkan di dalam jajaran pejabat di kabinet harus memiliki potensi bagi partai. Saya tidak akan berbasa-basi , terus terang saja bahwa kami meminta ada andil dari Prof Aby untuk bisa turut mengisi kas partai kami kira-kira apakah Profesor bersedia?" tanya tokoh partai itu sambil menatap wajah Aby

Aby terdiam sesaat sampai akhirnya bertanya "Kira-kira berapa yang harus saya berikan untuk andil mengisi kas partai?"

Kemudian tokoh partainya itu bergeser tempat duduknya dan duduk mendekati Aby bahkan duduk di sampingnya kemudian berkata dengan suara agak berbisik

"Kami meminta andil Prof Aby sebanyak 600 juta..." sejenak suasana menjadi hening

Aby tadinya hampir menjawab dengan spontan mengiyakan permintaan tokoh partai itu.. pikirnya "kalau hanya 600 juta aku bisa jual ladang sawitku yang ada di Sumatera.  Uang sebanyak itu kan tidak akan membuat kebun sawitku habis"

Namun sebelum Aby mengeluarkan kata-kata, tokoh politik itu berbisik lagi "tapi itu pak 600 juta setiap bulan"

Mendengar perkataan itu Aby menjadi terdiam lama tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya hanya terdengar suara naga yang menghela panjang, kemudian Aby pun menjawab

"Kalau untuk sekali 600 juta saya bisa sanggupi, tetapi kalau setiap bulan saya tidak tahu bagaimana caranya?"

"Saya kira saya mundur saja dari pencalonan Pak, dan sampaikan maaf saya pada Ketua Partai kalau saya belum bisa memenuhi persyaratannya"

Mendengar jawaban Aby, tokoh partai itu menjadi terdiam dan memandang dengan tajam wajah Aby. Kemudian bertanya menegaskan "serius Prof mau mundur dari pencalonan?"

Aby pun mendengar pertanyaan itu menjadi sedikit goyah sehingga menjawab "Bagaimana kalau saya minta waktu berpikir dua minggu?"

Tokoh partai itu menghela nafas, "heeeh kalau dua minggu lagi sudah tidak ada waktu kan pelantikan tinggal dua hari lagi, sekarang pastikan saja ikut atau tidak?" Desak tokoh partai itu

Dengan lemah Aby menggelengkan kepala dan berkata "mohon maaf Pak saya tidak bisa".

"Baiklah kalau begitu saya mohon diri.. kalau masih berminat untuk menjadi pejabat struktural ditingkat Pusat, Prof bisa menghubungi saya tetapi yang jelas berikutnya bukan untuk eselon I, ini kartu nama saya bisa ada chat dulu kalau mau ketemuan, terima kasih"

Aby pun mengulurkan tangan dan bersalaman dengan tokoh partai itu, setelah berpamitan tokoh partai itu pun meninggalkan rumah Aby dengan menggunakan mobil sedang mewahnya. 

Cerita ini menggunakan nama yang fiktif dan tidak menyebutkan nama daerah ataupun partai, tetapi cerita ini diambil dari kisah keseharian, yang mana di suatu negeri yang tanahnya subur dan kaya mineral ini, seseorang yang ingin mengabdi kepada bangsa bisa memperoleh tempat bila melakukan hal yang justru bertentangan dengan nilai etika dan moral. Orang-orang yang masih berpegang pada kejujuran moral dan etika, tidak mau melibatkan diri menjadi bagian dari perilaku korup yang dilakukan secara bersama-sama, bahkan setiap orang yang berpegang pada sikap jujur dan bermoral saat ini dipandang aneh dan dikucilkan. 

Orang yang jujur akan dipandang sebagai yang melawan arus dan tidak bisa hidup harmonis dengan lingkungan yang dipenuhi dengan kepalsuan atau kemunafikan, dianggap sebagai orang yang tidak bisa berdamai dengan keadaan. Sangat sedikit orang jujur yang berkarier cemerlang, bila ada orang jujur berkarier cemerlang semata-mata bukan karena usahanya, tetapi karena perlindungan dari Tuhan yang menjaganya untuk tetap bersih dan tidak terpengaruh oleh lingkungan yang boleh dibilang lebih sesat dibanding jaman jahiliyah ketika para nabi diutus.

  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun