Mohon tunggu...
Tri Sukmono Joko PBS
Tri Sukmono Joko PBS Mohon Tunggu... Dosen - Tenaga Pengajar, Sekretaris Pada Yayasan Lentera Dikdaktika Gantari

Hobi membaca, senang menjadi narasumber di Bidang Manajemen Risiko

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terkepung di Negeri Pendusta

24 Januari 2025   09:17 Diperbarui: 24 Januari 2025   09:17 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari Amir, saya beralih ke obrolan beberapa teman guru, ada dua guru yang ngobrol bersama saya keduanya guru sekolah dasar, mereka sudah cukup senior karena sudah bekerja lebih dari 15 tahun. Mereka bercerita karena sudah lama menjadi guru ada keinginan untuk mengembangkan karier menjadi kepala sekolah. Mereka berdua pun berkonsultasi dengan pengawas, karena pengawaslah yang selama ini menilai kinerja kepala sekolah. Mereka menanyakan kemungkinan dan syarat-syarat untuk bisa  menjadi kepala sekolah. Syarat-syarat secara administratif pun disampaikan oleh sang pengawas, namun pengawas mengakhiri penjelasannya dengan kalimat "jangan lupa ya di dinas kabupaten nanti bapak dan ibu harus menyiapkan untuk tali asih". 

Dua rekan guru pun penasaran dan menanyakan kepada sang pengawas, "kira-kira berapa ya Pak ?"

"aah saya tidak tahu persis tapi kira-kira ya 50 juta" 

"Baiklah Pak kalau begitu terima kasih atas penjelasannya" jawab kedua guru tersebut 

Lima tahun berlalu saya bertemu lagi dengan kedua guru tersebut satu di antara mereka berdua ada yang sudah jadi kepala sekolah dasar. Saya bertanya kepada yang tidak jadi kepala sekolah, "kenapa tidak jadi kepala sekolah?"

Jawaban guru itu "saya tidak punya uang untuk memuluskan karier, jadi ya saya terima tetap jadi guru"

Itu cerita pegawai biasa yang ingin naik tingkat kariernya, ada lagi cerita dari seorang teman yang sudah bergelar profesor yang ditawari kedudukan jabatan eselon I. Kawan profesor itu adalah rekan satu angkatan ketika saya kuliah S1 di sebuah perguruan tinggi ternama, ia memang sejak mahasiswa sudah tampak kecerdasannya ketika dia duduk di semester 3 ia sudah banyak mengisi kolom-kolom surat kabar dengan opini dan analisisnya. Banyak orang kagum padanya, tetapi tidak dengan salah satu dosennya yang justru memandang teman saya sebagai ancaman... itu tidak lain karena sang dosen banyak mengirimkan tulisan ke surat kabar tapi tak satu pun surat kabar itu yang mau memuat tulisannya. Ah itu cerita waktu di kampus, sekarang cerita tentang tawaran untuk jadi pejabat eselon 1.

Di hari Minggu pagi yang cerah di saat berolahraga di jalan protokol yang mana pada hari Minggu menjadi area yang bebas dari kendaraan bermotor di kota Bandung, sang Profesor dikejut oleh sebuah panggilan berdering di telepon genggamnya, ia agak ragu-ragu karena panggilan itu dari nomor yang tidak dikenal tapi karena penasaran ya ia jawab juga panggilan itu. 

"Ya selamat pagi dengan Profesor Aby di sini.. dengan siapa ya?"

"Oh maaf Pak mengganggu libur" sahut orang yang berada diujung panggilan telepon

"Maaf Pak perkenalkan saya dari Sekretariat XX mau menyampaikan bahwa Bapak turut menjadi nominasi atau calon untuk Jabatan Direktur Jenderal xx apakah bersedia?" Tanya penelepon

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun