Mohon tunggu...
Try Raharjo
Try Raharjo Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Orang Republik

Subscribe ya dan like channel YouTube punyaku youtube.com/c/indonesiabagus

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Revisi UU ITE untuk Siapa?

10 Maret 2021   14:43 Diperbarui: 10 Maret 2021   16:48 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita juga harus bisa memetik hikmah dan pelajaran dari negara-negara lain yang hingga saat ini masih bertikai dan terus terlibat pada konflik tak berkesudahan. Salah satu di antaranya adalah fenomena Arab spring yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara.

Foto unjuk rasa pada peristiwa Arab spring.| Dokumentasi History.com
Foto unjuk rasa pada peristiwa Arab spring.| Dokumentasi History.com

Arab spring yang berarti musim semi di Arab adalah fenomena munculnya gerakan dan gelombang unjuk rasa protes di negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara yang mulai merebak pada menjelang akhir tahun 2010. Fenomena tersebut telah memicu dan mendorong pergolakan antara lain di Tunisia, Libya, Suriah, Aljazair, Irak, Lebanon, Sudan, dll.

Dikutip dari History.com protes jalanan yang terjadi di ibu kota Tunisia pada Desember 2010 akhirnya menjatuhkan presiden otoriter Zine El Abidine Ben Ali yang telah memerintah dengan tangan besi selama lebih dari 20 tahun. Kemudian aktivis negara lain yang terinspirasi oleh perubahan rezim di Tunisia mulai memprotes pemerintah otoriter serupa di negara mereka sendiri.

Para peserta gerakan ini mengupayakan peningkatan kebebasan sosial dan partisipasi yang lebih besar dalam proses politik. Khususnya, termasuk di antaranya adalah pemberontakan Tahrir Square di Kairo, Mesir dan protes serupa di Bahrain. Namun, dalam beberapa kasus, protes ini malah berubah menjadi perang saudara skala penuh sebagaimana terjadi di negara-negara seperti Libya, Suriah dan Yaman.

Gerakan tersebut digerakkan dengan slogan awal menumbangkan rezim penguasa namun yang terjadi kemudian adalah justru sesama warga masyarakat yang saling menyerang.

Beberapa pengamat menyebutkan bahwa titik tolak kejadian ini adalah kemiskinan, kebodohan, dan pengangguran yang diperparah oleh adanya krisis sosial ekonomi yang meliputi inflasi, korupsi, dan kleptokrasi.

Sampai saat ini, hal itu bahkan masih terjadi. Perang dan korban jiwa berjatuhan hingga ratusan ribu atau lebih dan rakyat pun menjadi korban, menderita karena konflik yang melibatkan kekuatan-kekuatan sosial politik dan militer yang dibumbui sentimen atas dasar suku bangsa, agama, ras dan golongan.

Akibatnya, jutaan penduduk harus mengungsi pergi meninggalkan negaranya karena merasa keselamatannya terancam oleh sesama warga negara di negaranya sendiri. Semua itu tentu menimbulkan keprihatinan bagi kita semua. Sebagai bangsa Indonesia, kita berharap agar saudara-saudara kita bisa kembali mewujudkan perdamaian di negaranya masing-masing.

Berkaca dari kejadian yang menimpa saudara-saudara kita itu, sudah semestinya kita bisa memahami betapa besar makna persatuan dan kesatuan di antara sesama warga negara dalam rangka mewujudkan perdamaian di negara kita.

Kita memang sepantasnya bersyukur mampu menjaga segala bentuk perbedaan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan kapasitas yang kita miliki masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun