***
Selesai sudah pekerjaanku, saatnya kembali ke kamar. Kuhempaskan badanku yang mulai lelah. Kucoba untuk memejamkan mata, mengurangi rasa penat setelah melakoni rutinitas hari ini.
***
“Sri, kamu itu ngapain to nduk?” Nenek bertanya keheranan melihat polahku selesai berbelanja.
“Lagi baca Nek, mumpung gratis,” jawabku sambil mataku tetap asyik merunut kata demi kata yang tercetak di sepotong koran harian maupun majalah bekas yang jadi pembungkus belanjaan kami.
Aku selalu bersemangat jika diminta nenek untuk berbelanja di pasar. Karena artinya aku bisa mendapat banyak potongan-potongan koran bekas. Kadang aku dengan sengaja membawa beberapa tumpuk daun pisang untuk aku tukar dengan beberapa lembar koran harian bekas. Walaupun lusuh aku tetap bahagia membawa serta pulang koran bekas itu beserta hasil belanjaan dalam keranjang plastik.
“Buku adalah jendela ilmu, jika ingin melihat dunia, maka rajinlah membaca buku,” sebaris kalimat yang diucapkan bu Soraya Usman-guru bahasa Indonesiaku saat menyudahi pelajaran, selalu saja terngiang di telingaku.
“Prihatin, rajin benar kau ke perpus. Mau jadi profesor ya, halah! orang desa kayak kita itu ya nantinya juga bakal jadi buruh di sawah, paling banter juga jadi babu, ngapain susah-susah belajar.” Ledekkan teman-temanku semasa sekolah dulu yang hanya kubalas dengan seulas senyum. Aku malas mendebat karena hanya akan menghabiskan energiku.
Anganku menerawang menembus sudut langit kamarku. Semua peristiwa masa lalu saat di desa terekam jelas di memori otakku. Pandanganku terhenti ketika aku melirik pada ayam jago plastik di atas lemari pakaianku.
Prang ..!
Kupungut rupiah yang berserakan di lantai kamarku. Kupecahkan celenganku yang sudah cukup berat.