Mohon tunggu...
Tri Indriyani
Tri Indriyani Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Mahasiswa Akuntansi dengan pengalaman kerja pada bidang administrasi, manajemen keuangan, dan manajemen inventaris. Memiliki kemampuan dalam manajemen dokumentasi keuangan seperti faktur, invoice, dan surat penawaran, mampu mengelola proses pembayaran dengan pihak vendor, supplier, atau pemasok barang, dan menyusun laporan arus kas baik secara harian, mingguan, atau bulanan melalui Microsoft Excel. Selain daripada itu, memiliki kemampuan interpersonal yang baik seperti komunikasi dan kerja sama. Saat ini memiliki keinginan untuk kembali mengembangkan kemampuan administrasi dan manajemen keuangan di lingkup profesional.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Analisis Pengaruh Rasio Solvabilitas dan Rasio Likuiditas Terhadap Kinerja Keuangan

24 Oktober 2024   14:02 Diperbarui: 24 Oktober 2024   14:24 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Menurut Hery (2018:162), rasio solvabilitas adalah ukuran yang digunakan untuk menilai sejauh mana aset perusahaan dibiayai dengan menggunakan hutang. Artinya, rasio solvabilitas mengindikasikan seberapa besar proporsi dari total aset perusahaan yang didanai oleh hutang (Roudhotul Badriah 2021). Secara lebih luas, rasio solvabilitas digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi semua kewajibannya, baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan demikian, rasio solvabilitas memberikan gambaran tentang seberapa aman keuangan perusahaan dan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban finansialnya.

2.1.3.2 Tujuan dan Manfaat Rasio Solvabilitas

Berikut adalah tujuan dan manfaat rasio solvabilitas secara keseluruhan menurut Hery (2018:164) (Roudhotul Badriah 2021):

  • Mengetahui total kewajiban perusahaan kepada kreditor, terutama jika dibandingkan dengan jumlah aset atau modal perusahaan.
  • Menilai posisi kewajiban jangka panjang perusahaan relatif terhadap jumlah modal yang dimiliki.
  • Menilai kemampuan aset perusahaan dalam memenuhi semua kewajiban, termasuk pembayaran angsuran pokok dan bunga pinjaman secara berkala.
  • Mengukur seberapa besar aset perusahaan yang dibiayai oleh utang.
  • Mengukur seberapa besar aset perusahaan yang dibiayai oleh modal.
  • Menilai pengaruh utang terhadap pembiayaan aset perusahaan.
  • Menilai pengaruh modal terhadap pembiayaan aset perusahaan.
  • Mengukur proporsi setiap rupiah aset yang dijadikan jaminan utang bagi kreditor.
  • Mengukur proporsi setiap rupiah aset yang dijadikan jaminan modal bagi pemilik atau pemegang saham.
  • Mengukur proporsi setiap rupiah modal yang dijadikan sebagai jaminan utang.
  • Mengukur proporsi setiap rupiah modal yang dijadikan jaminan utang jangka panjang.
  • Menilai kemampuan perusahaan (dilihat dari laba sebelum bunga dan pajak) dalam membayar bunga pinjaman.
  • Menilai kemampuan perusahaan (dilihat dari laba operasional) dalam melunasi seluruh kewajiban.

2.1.3.3 Jenis-Jenis Rasio Solvabilitas

Dalam praktiknya, terdapat beberapa jenis rasio solvabilitas yang sering digunakan perusahaan. Rasio-rasio ini dirancang untuk memberikan gambaran yang komprehensif mengenai sejauh mana perusahaan mampu memenuhi kewajiban jangka panjangnya dan mengelola struktur modalnya secara efektif Adapun jenis-jenis rasio yang ada dalam rasio solvabilitas antara lain:

1. Debt to Asset Ratio (DAR)

Menurut Kasmir (2019), Debt to Asset Ratio adalah ukuran yang menunjukkan proporsi dari aset perusahaan yang didanai oleh utang, atau seberapa besar pengaruh utang terhadap manajemen aset perusahaan (Livia Nur Zakiyah, Mawar Ratih Kusumawardani, and Umi Nadhiroh 2022). Semakin tinggi rasio utang, semakin besar kemungkinan perusahaan tidak mampu mengatasi kewajiban utangnya, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kebangkrutan. Rumus untuk menghitung Debt to Asset Ratio sebagai berikut:

DAR = Total hutang / Total Aktiva

Jika rasionya tinggi, ini mengindikasikan bahwa perusahaan mengandalkan lebih banyak pendanaan dari hutang. Akibatnya, perusahaan mungkin mengalami kesulitan dalam mendapatkan pinjaman tambahan karena dikhawatirkan tidak mampu melunasi hutang-hutangnya dengan aset yang dimilikinya. Sebaliknya, jika rasio tersebut rendah, berarti perusahaan lebih sedikit didanai oleh hutang.

2. Debt to Equity Ratio (DER)

Menurut Kasmir (2018: 158). Rasio Utang terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio atau DER) adalah alat untuk mengevaluasi proporsi utang dibandingkan dengan ekuitas dalam perusahaan. Fungsinya adalah untuk memahami kontribusi dana dari peminjam dibandingkan dengan yang disediakan oleh pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini menggambarkan berapa banyak utang yang dibiayai oleh setiap rupiah dari modal sendiri (Aminah 2019). Rumus untuk menghitung Debt to Equity Ratio sebagai berikut:

DER = Total hutang / Total Ekuitas

Semakin tinggi Debt to Equity Ratio, semakin tinggi risiko yang harus ditanggung perusahaan atas potensi kegagalan. Namun, jika rasio ini rendah, itu menandakan bahwa perusahaan lebih banyak didanai oleh pemilik, yang memberikan perlindungan yang lebih besar bagi peminjam jika terjadi kerugian atau penurunan nilai aset.

3. Long Term Debt to Equity Ratio (LTDtER)

Menurut Kasmir (2019:161), LTDtER adalah rasio yang mengukur perbandingan antara utang jangka panjang dan modal sendiri perusahaan (Sagita 2022). Rasio ini bertujuan untuk menilai seberapa besar proporsi utang jangka panjang dibandingkan dengan modal sendiri yang dimiliki perusahaan, dengan cara membandingkan jumlah utang jangka panjang yang ada dengan jumlah modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan. Rasio ini menunjukkan berapa banyak setiap rupiah modal sendiri yang digunakan sebagai jaminan untuk utang jangka panjang, memberikan gambaran tentang sejauh mana perusahaan bergantung pada utang jangka panjang dalam struktur pembiayaannya. Rasio ini juga membantu mengevaluasi tingkat risiko finansial yang dihadapi perusahaan, karena proporsi yang lebih tinggi dari utang jangka panjang terhadap modal sendiri dapat mengindikasikan risiko yang lebih besar terkait dengan kewajiban utang dan potensi beban bunga di masa depan. Rumus untuk menghitung Long Term Debt to Equity Ratio sebagai berikut:

LTDtER = Total hutang jangka panjang / Total Ekuitas

4. Times Interest Earned (TIE)

Menurut Kasmir (2019:162), Times Interest Earned merupakan sebuah ukuran yang digunakan untuk mengevaluasi sejauh mana pendapatan perusahaan dapat menurun sebelum perusahaan menghadapi kesulitan dalam membayar biaya bunga utang tahunan yang harus dipenuhi (Sagita 2022). Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban bunga utangnya berdasarkan pendapatan yang dihasilkan, dengan memberikan gambaran tentang seberapa besar cadangan pendapatan yang tersedia untuk menutupi biaya bunga. Jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban bunga utangnya, dalam jangka panjang, hal ini dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan dari para kreditor, yang mungkin berakibat pada ketidakmampuan perusahaan untuk memperoleh pembiayaan tambahan atau mempengaruhi hubungan perusahaan dengan pihak-pihak yang memberikan kredit. Ketidakmampuan untuk menutup biaya bunga ini tidak hanya berisiko merusak reputasi perusahaan di mata kreditor, tetapi juga dapat memicu tindakan hukum dari kreditor yang merasa dirugikan. Tindakan hukum tersebut bisa meliputi tuntutan hukum atau proses kepailitan yang dapat mengancam kelangsungan usaha perusahaan. Rumus untuk menghitung Times Interest Earned sebagai berikut:

TIE = Laba sebelum bunga dan pajak / Beban bunga

5. Fixed Charge Coverage (FCC)

Menurut Kasmir (2019:164), Fixed Charge Coverage merupakan suatu ukuran yang mirip dengan rasio Times Interest Earned dalam hal fungsinya sebagai alat untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansialnya. Namun, perbedaan utama antara kedua rasio ini terletak pada aspek yang diukur. Fixed Charge Coverage digunakan khusus untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansial yang melibatkan utang jangka panjang atau kontrak sewa (lease contract). Rasio ini tidak hanya mempertimbangkan biaya bunga utang seperti pada Times Interest Earned, tetapi juga mencakup beban tetap lainnya yang harus dibayar oleh perusahaan, seperti pembayaran sewa operasional dan biaya tetap lainnya yang timbul dari kontrak sewa. Rasio ini memberikan gambaran yang lebih luas tentang sejauh mana perusahaan mampu mengelola dan membayar berbagai kewajiban finansial tetapnya dalam konteks keseluruhan struktur pembiayaan dan operasional perusahaan. Rumus untuk menghitung Fixed Charge Coverage sebagai berikut:

FCC = Ebit + Bunga + Kewajiban sewa / Biaya bunga + Kewajiban sewa

2.1.4 Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas merupakan salah satu indikator yang sangat penting dalam menilai kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang akan segera jatuh tempo, sehingga memainkan peran krusial dalam analisis keuangan. Rasio ini memberikan wawasan mendalam mengenai posisi kas dan aset lancar perusahaan, seperti kas dan setara kas, piutang usaha, dan persediaan, serta menunjukkan seberapa efektif perusahaan dapat mengkonversi aset-aset ini menjadi kas yang tersedia untuk membayar kewajiban yang harus segera dilunasi. Rasio likuiditas mengukur sejauh mana perusahaan memiliki sumber daya yang cukup untuk memenuhi kewajiban jangka pendek tanpa harus menjual aset tetap atau mengambil utang baru.

Perusahaan yang memiliki rasio likuiditas yang sehat umumnya menunjukkan tingkat fleksibilitas keuangan yang lebih baik, yang memungkinkan untuk menghadapi situasi darurat atau ketidakpastian ekonomi dengan lebih tenang. Keberadaan likuiditas yang memadai tidak hanya memberikan kemudahan dalam membayar tagihan-tagihan yang jatuh tempo, tetapi juga memungkinkan perusahaan untuk menangkap peluang bisnis yang muncul secara cepat, seperti investasi dalam proyek baru, akuisisi, atau ekspansi yang dapat mendatangkan keuntungan. Selain itu, perusahaan dengan rasio likuiditas yang baik dapat mengurangi risiko gagal bayar, yang pada gilirannya menjaga reputasi dan hubungan baik dengan kreditor serta pemasok.

Di sisi lain, perusahaan yang memiliki rasio likuiditas yang buruk akan menghadapi berbagai kesulitan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan dalam kegiatan operasional sehari-hari, seperti keterlambatan pembayaran kepada pemasok atau gaji karyawan, serta potensi kerugian dari denda atau bunga yang lebih tinggi. Ketidakmampuan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek juga dapat memperburuk situasi keuangan perusahaan, mengganggu kelangsungan usaha, dan merusak hubungan dengan kreditor serta pemasok. Oleh karena itu, analisis rasio likuiditas menjadi sangat penting bagi manajemen dalam mengelola modal kerja, yang mencakup pengelolaan kas, piutang, dan persediaan, untuk memastikan bahwa perusahaan memiliki sumber daya yang cukup untuk menjaga kelangsungan usaha dan membuat keputusan strategis jangka pendek yang selaras dengan profil risiko perusahaan serta kondisi pasar yang dinamis.

2.1.4.1 Pengertian Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas adalah rasio keuangan yang digunakan untuk mengevaluasi kemampuan sebuah perusahaan atau entitas untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendeknya. Rasio ini mengukur seberapa besar aset lancar (aktiva lancar) perusahaan dibandingkan dengan kewajiban lancar (utang lancar). Dengan kata lain, rasio likuiditas memberikan gambaran tentang seberapa likuid atau mudahnya aset yang dapat diubah menjadi uang tunai dalam waktu singkat guna memenuhi kewajiban jangka pendek.

Menurut Hery (2018:149), rasio likuiditas adalah ukuran yang menunjukkan sejauh mana kemampuan sebuah perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau membayar utang jangka pendeknya. Rasio likuiditas dapat digunakan untuk mengukur seberapa efektif perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka pendek yang akan segera jatuh tempo. Sebuah perusahaan dianggap likuid jika mampu melunasi kewajiban jangka pendeknya pada saat jatuh tempo. Sebaliknya, jika perusahaan tidak mampu melunasi kewajiban tersebut, maka dianggap tidak likuid. Untuk dapat memenuhi kewajiban yang segera jatuh tempo ini, perusahaan harus memiliki tingkat ketersediaan kas yang memadai atau aset lancar lainnya yang dapat dengan cepat dikonversi menjadi kas (Roudhotul Badriah 2021).

Menurut Tamam & Wibowo (2017), likuiditas merujuk pada kemampuan sebuah perusahaan untuk secara tepat waktu memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang jatuh tempo. Likuiditas menjadi kritis karena mencerminkan seberapa efisien perusahaan dalam mengelola asetnya untuk mendukung operasional sehari-hari dan menjaga kestabilan keuangan. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat likuiditas suatu perusahaan, semakin besar kemampuannya untuk menghadapi tantangan finansial dan menjaga kelancaran operasionalnya tanpa mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban keuangan yang jatuh tempo (Paulus A Sihombing 2021).

2.1.4.2 Tujuan dan Manfaat Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas memberikan banyak manfaat bagi berbagai pihak yang terlibat. Rasio likuiditas tidak hanya penting bagi perusahaan itu sendiri, tetapi juga bagi pihak eksternal seperti investor. Bagi investor, rasio likuiditas menjadi sangat penting terutama dalam mengevaluasi kemampuan perusahaan untuk membayar dividen tunai. Sebuah perusahaan dengan rasio likuiditas yang tinggi cenderung memiliki kemampuan yang lebih baik untuk menghasilkan arus kas yang cukup untuk membayar dividen kepada pemegang sahamnya secara konsisten. Oleh karena itu, investor cenderung mempertimbangkan rasio likuiditas sebagai salah satu indikator utama dalam pengambilan keputusan investasi mereka.

Menurut Kasmir (2018:132), berikut adalah tujuan dan manfaat yang dapat diperoleh dari rasio likuiditas (Roudhotul Badriah 2021):

  • Mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban yang jatuh tempo.
  • Mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan.
  • Mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan sediaan atau piutang.
  • Mengukur atau membandingkan jumlah sediaan dengan modal kerja perusahaan.
  • Mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang.
  • Sebagai alat perencanaan ke depan terkait perencanaan kas dan utang.
  • Melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu.
  • Mengidentifikasi kelemahan dalam komponen aktiva lancar dan utang lancar.
  • Menjadi alat pemicu bagi manajemen untuk meningkatkan kinerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun