"Tahu nggak, percetakan itu konon sudah berjalan belasan tahun!" imbuhnya masih soal pembajakan buku di perpus.
"Ha..? belasan tahun?" Kanapa selama ini tidak ada seorang pun yang tahu, bahkan tidak ada yang menaruh curiga. Pantas saja perpustakaan itu tampak misterius. Barangkali disengaja agar segala praktik jahat di dalamnya tetap aman.
Terbayang olehku Pak Doktor Dodit yang flamboyant. Tampak santun, cerdas, dan menjadi idola banyak mahasiswi. Akan tetapi, di balik semua itu, dia adalah otak pembajakan buku. Aku jadi teringat rumor beberapa orang yang tadinya aku anggap fitnah, bahwa di perpus itu juga biasa dijadikan tempat mesum. Pikaranku tiba-tiba mengarah pada dugaan bahwa mahasiswi di depanku itu adalah istri simpanan Sang Doktor.
Gadis cantik itu dengan telaten menuangkan minum ke gelas ramping dengan takaran yang tepat, setidaknya kedua gelas itu sama persis tingginya. Ia lalu mengambil tempat duduk berhadapan dan menawarkan hasil masakannya dengan penuh percaya diri. "Silakan, Mas! Ini masakan lidah bakar!"
Aku tertegun. Kok ada gadis cantik yang demikian murah hati. Terlalu baik kepada orang yang sama sekali tidak dikenalnya. Aku menduga-duga apakah ia melakukan hal seperti ini kepada semua orang asing? "Aku masih sulit percaya kalau seorang kepala perpus menjadi dalang pembajakan buku!"
"Ya untung masih nyetak buku, bukan nyetak uang palsu! Ha..ha..! Tapi asyik kalau bisa nyetak uang sendiri!"
"Wah, bisa juga lho! Biasanya bisnis kejahatan itu tidak tunggal!"
"Lupakan dulu itu. Silakan dicicipi, Mas!" ulangnya dengan nada suara sedikit naik, karena ia pikir tadi aku tidak mendengar.
"Oh iya. Sebetulnya aku itu mengurangi makan daging, Mbak!" 'Tepatnya menghindari makan daging gosong'. Aku mengambil seiris yang sisi-sisinya telah menjadi kehitaman. "Soalnya takut...!"
"Takut kolesterol!"
"Iya. Di samping daging juga meningkatkan asam urat! Kata orang-orang begitu!"