Tidak ada balasan. Aku baru menyadari bahwa ternyata tidak ada sinyal. 'Tapi kenapa dia bisa mengirim pesan?' pikirku. 'Jangan-jangan dia memang mau sengaja menyesatkanku!'
Mendadak kurasakan angin berhenti berembus, terlampau sunyi sampai aku takut untuk melangkahkan kaki agar tak menimbulkan suara berisik dari daun-daun kering. Tempat itu pun bisa dibilang cukup mencekam, sampai aku bisa mendengar degup jantungku sendiri.
Sambil terus memeriksa sekeliling, berharap ketemu salah seorang penghuni rumah. Namun tak kutemukan tanda-tanda ada kehidupan di dalam sana. Aku periksa ponsel lagi. Berharap ada sinyal.
Tiba-tiba mataku tertuju pada pesan dari pemiliknya yang menunjukan angka tahun telah lewat. Setahun yang lalu. Tidak masuk akal! Pasti ada kesalahan dalam pengaturan waktu di ponsel.
Tepat di saat memutuskan untuk menyerah, tiba-tiba pintu utama terbuka. Seorang gadis berdiri di depan pintu dan memanggil dengan suara lembut, "Maaf sudah nunggu lama, Mas!"
Jantungku berdetak cepat, antara kaget dan senang. "Ah enggak. Iya sih, tapi gak apa-apa! Selamat sore, Mbak!"
"Selamat sore! Maaf soalnya tadi masih sibuk di dapur! Lagi mecoba masak resep baru! Kenalkan, saya Meta!"
"Saya mau mengembalikan ponsel! Maaf saya..."
"Oh betul, Mas. Itu ponsel saya yang hilang!"
Aku sodorkan ponsel terkutuk itu dan ingin segera menyingkir, "Maaf, saya kemarin belinya dua ratus ribu! Maaf lho, Mbak!"
"Tidak apa-apa, Mas. Saya paham. Nanti pasti saya ganti. Tapi silakan masuk dulu!" Ia memberi jalan seraya berpegangan pada gagang pintu yang seakan-akan hendak memaksa menutup sendiri. "Kebetulan saya baru masak sup lidah bakar. Saya akan senang hati jika Mas bersedia mencicipinya! Pasti belum pernah tahu kan? Ini asli resep hasil kreasi saya sendiri!"