Oleh: Tri Handoyo
'Mbak, saya sudah di lokasi, tapi tidak melihat ada rumah cat hitam seperti yang kamu sebutkan!' Segera kukirim pesan itu. Aku asal saja panggil dia 'mbak', padahal belum tahu dia laki-laki atau perempuan. Tapi tidak ada bantahan. Berarti dugaanku benar.
Aku mencari-cari mungkin ada seseorang yang bisa aku tanyai, namun sepanjang jalan tak terlihat ada seorang pun. Rumah-rumah mewah berhalaman luas yang berjajar di sebelah kanan-kiri jalan pun tampak layaknya pemakaman. Terlihat sangat sepi.
'Rumah warna hitam?' pikirku sedikit penasaran. Itu warna yang janggal buat rumah.
Terdengar bunyi ponsel. Aku periksa pesan masuk. 'Ada gang kecil di sebelah kiri jalan. Masuk lewat situ!'
Oh ini dia! Gang yang seolah-olah baru muncul ketika mataku selesai membaca pesannya. Aneh, kenapa sebelumnya tak kulihat. Lebih aneh lagi, di antara rumah-rumah mewah kok ada gang kecil, yang hanya cukup dilewati sepeda motor.
Aku berbelok melenggang masuk ke gang, yang lebih tepat di sebut jalan setapak, karena banyak ditumbuhi rumput. Rupanya gang itu mengarah pada sebuah pekarangan di mana sebuah rumah berukuran besar berdiri megah.
Dedaunan kering menutupi nyaris seluruh halaman yang kuinjak. Tebalnya hampir menenggelamkan alas sepatu. Pasti penghuninya malas bersih-bersih halaman.
Aku akui, kadang aku tertantang untuk menjelajahi tempat asing dan misterius. Terpengaruh film fiksi, yang tokoh utamanya kemudian menemukan pusaka atau sebuah kitab kuno, yang membuatnya menjadi sakti, atau menemukan harta karun yang membuatnya mendadak jadi kaya raya. Imaginasi kekanak-kanakan yang aku biarkan terawat rapi.
'Mbak, saya sudah di depan rumah.' Kukirim pesan lagi, sebab dia tidak pernah mau mengangkat jika ditilpun. 'Tapi kelihatannya kok rumah sepi. Gak ada orang!'Â