Lelaki desa itu terbelalak melihat emas yang diterimanya, lalu dengan wajah ceria dia kembali melanjutkan ucapannya, "Jangan sampai Ki sanak menganggap makhluk halus dan hal-hal gaib itu tidak ada, karena itu bisa menyebabkan rusaknya iman. Kita harus mempercayainya. Jika Ki sanak lain kali punya waktu, saya bersedia mengajari Ki sanak tentang hal-hal gaib yang menurut kebanyakan orang-orang kota tidak masuk akal itu! Beri saya alamat rumah Ki sanak, nanti saya yang akan datang!"
"Baik. Saya tinggal di Puri Intijiwo Lembah Gunung Pegat!"
"Puri Intijiwo? Lembah Gunung Pegat? Apa Kisanak punya hubungan dengan Kanjeng Wotwesi?"
"Saya cucunya!"
"Ha.., apa? Cucu Kanjeng Wotwesi?"
"Telingamu tidak salah!"
"Ampuni hamba yang bodoh ini tuan!" ucap Ki Legi sambil membungkukkan badan dan berusaha mencium tangan tamu agungnya itu. "Maaf!" Ia jelas menyesal karena sudah lancang mengaku sebagai 'orang pintar'.
Klebat menatap dengan sikap sedingin tugu batu. Andaikan bukan karena telah menolong istrinya, lelaki tua banyak omong yang mengaku orang pintar itu pasti sudah dihabisinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H