"Nyi sanak aman di sini! Jangan takut!" Mbok Legi duduk disampingnya dan berusaha menentramkannya.
Sikap Kencana tidak berubah. Sambil menggumam tidak jelas ia melihat ke sana ke mari dengan pandangan was-was. Tenaganya berangsur-angsur pulih, meskipun wajahnya masih pucat dan bibirnya gemetar. Kakinya yang tanpa alas kaki sangat kotor. Terdapat luka berdarah di beberapa tempat akibat lari menempuh jarak yang cukup jauh.
"Dia seperti orang ketakutan!" celetuk seorang warga.
"Sepertinya kebingungan!" timpal yang lain, "Atau jangan-jangan dia gak waras!"
"Kasihan, cantik tapi gila!"
Warga desa yang mendengar berita itu semakin banyak yang datang untuk melihat, tapi tidak ada satu pun yang mengenalnya. Mereka juga kehabisan akal, tidak tahu bagaimana cara untuk memberitahukan kepada keluarga perempuan itu.
Satu hal yang membuat keluarga Ki Legi bersedia dengan senang hati untuk merawatnya, karena mereka yakin dari melihat penampilan perempuan muda itu pasti orang dari kota dan kemungkinan besar dari keluarga kaya.
***
Klebat sendiri ikut turun langsung mencari istrinya. Dengan dibantu puluhan anggota Intijiwo, mereka mengumpulkan informasi dan kemudian menyusurinya hingga ke pelosok-pelosok desa. Dibutuhkan waktu hampir dua minggu bagi mereka untuk bisa menemukan Kencana.
"Maaf, dia terpaksa kami ikat!" kata Ki Legi, "Karena sering mengamuk dan teriak-teriak!"
"Kencana!" panggil Klebat lirih. Ia nyaris tidak percaya bahwa perempuan dalam ikatan itu adalah istrinya. "Kamu ingat aku?"