Raden Suncoko tanpa sadar melongo mendengar semua itu, tak berdaya menyembunyikan isi hatinya, dia bergumam, "Seratus ribu kilogram emas?!"
"Iya benar! Sebagai tanda jadi, anda akan saya beri seribu kilogram dulu! Bagaimana?"
"Seribu kilogram?!"
Belakangan perdagangan Kerajaan Demak maju pesat, terlihat dari aktivitas kegiatan ekspor produk ke wilayah lain. Sebagian besar perdagangan melalui pelabuhan-pelabuhan yang menjadi tempat transit kapal-kapal yang hendak ke Selat Malaka dan sebaliknya. Yang terbanyak melalui Pelabuhan Jepara.
Komoditas terbanyak yang diekspor adalah dari hasil pertanian, terutama beras, kemudian yang lainnya seperti madu, lilin, garam, dan kayu jati. Melalui kegiatan tersebut, kehidupan ekonomi masyarakat di sekitar Demak pun menjadi jauh lebih baik.
"Wilayah Pendopo Emas cukup strategis dan berpotensi akan berkembang dengan pesat!" papar Kanjeng Wotwesi meyakinkan. "Perkiraan saya itu tidak akan lama lagi!"
Dengan kondisi percaya, terpesona, dan sekaligus merasa rendah diri seperti itu, kalau saja disodorkan perjanjian dengan penuh tipu muslihat sekalipun, seringkali orang akan mengabaikannya. Apalagi Kanjeng Wotwesi terkenal sangat saleh dan kaya raya, jadi kemungkinan berkhianat sama sekali tidak mungkin. Rasanya mustahil.
Singkat cerita, Raden Suncoko beserta lima belas saudaranya setuju untuk menanda tangani perjanjian kerja sama. Yang terjadi kemudian adalah Pihak Kanjeng Wotwesi ternyata mengingkari janji dan keluarga besar Raden Suncoko kehilangan seluruh tanahnya.
***
Wilayah Pendopo Emas dengan cepat menjelma menjadi komplek perumahan mewah, lengkap dengan bangunan pasar, berbagai toko, restauran dan tempat wisata. Di area yang luas itu juga berdiri cabang padepokan Intijiwo, di mana sebagian besar murid-muridnya merupakan karyawan yang bekerja di wilayah itu. Akan tetapi, sejak menyerahkan Pendopo Emas, keluarga besar Raden Suncoko belum pernah menerima pembagian keuntungan sesuai perjanjian.
Tidak terhitung berapa kali pihak Raden Suncoko menanyakan mengenai hak itu secara baik-baik, tapi jangankan mendapatkan haknya, bertemu dengan kanjeng pun sulit bukan main. Mereka hanya ditemui pimpinan rendahan pengelola padepokan.