Klebat langsung menaruh simpati. Sekalipun gadis itu masih belia, namun sikap dan bicaranya seperti wanita dewasa, dan gerakannya selalu membuat orang terpesona. Tapi ketika mata yang bening dengan bulu matanya yang lentik panjang menatap tajam, tiba-tiba Klebat merasakan sesuatu yang berada jauh di dalam hatinya mulai mencair.
"Ada apa, Mbak Alya?" tanya Raden Ghandi yang menyusul keluar dari langgar. Ia diikuti adik-adiknya, Khadiyah dan Zulaikah, serta Manggala putra Mahesa.
"Orang ini tiba-tiba menyerang Mbah Kucing!" jawab Alya.
"Kurang ajar sekali! Biar aku hadapi dia!" sahut Raden Ghandi dengan sikap berani dan siap-siap melangkah maju.
"Hmm..!" gumam Klebat, 'Bocah tidak tahu diri! Kalau aku mau sekarang juga kamu bisa kujadikan perkedel!'
"Sudah-sudah!" Mbah Kucing melerai. "Jangan berkelahi!"
"Iya, hajar saja orang jahat itu, Kangmas Ghandi!" celetuk Zulaikah, gadis kecil yang memiliki suara centil menggemaskan.
Mbah Kucing menyahut, "Huss, si kecil ini kok malah senang kalau ada orang berkelahi! Tidak boleh, itu tidak baik!"
Zulaikah malah tertawa cekikikan dan karena tingkah lakunya yang lucu, kemudian diikuti tawa oleh yang lain.
"Jangan begitu anak-anak!" nasehat Mbah Kucing dengan sikap penuh kesabaran.
"Hei pergi sana orang jahat!" sambung Zulaikah belum puas.