"Ah tapi saya lebih senang mendengar cerita Ki Woto!"
"He..he..," Pemilik warung tersenyum lebar tanpa mampu menyembunyikan rasa bangga, "Masih banyak waktu, dan saya masih menyimpan banyak cerita tentang tokoh-tokoh besar dunia persilatan jika Tuan Pendekar berkenan mendengarnya! Tapi sekarang silakan Tuan nikmati hidangannya terlebih dulu! Permisi!"
"Sebentar, Ki, menurut anda apakah Kebokicak itu adalah orang yang sama dengan Lintang?"
"Menurut saya tidak. Mereka berdua memang sangat mirip, dan sama-sama memiliki kesaktian yang hebat. Akan tetapi Lintang kabarnya memiliki tanda lahir berbentuk bintang di bagian belakang kepalanya! Itu yang jelas membedakan mereka!"
"Apakah tanda seperti itu tidak bisa dibuat?"
"Tentu saja bisa! Tapi buat apa dia melakukan itu? Tapi entahlah, he..he.., saya tidak mau ambil pusing mengenai itu!"
Lalu lalang orang lambat laun ramai mewarnai jalanan. Kuda yang menarik kereta dan lembu yang menarik pedati membawa penumpang dan barang ke berbagai tempat tujuan. Ringkik dan lenguhnya bak musik pengantar aktifitas pagi.
Kebo Klebat dengan cepat menghabiskan sarapannya. Sepertinya tidak sabar, segera memanggil bapak pemilik warung, menagih cerita tentang Ki Kalong Wesi, sosok yang paling penting dalam kehidupannya.
Dengan tinggi sekitar 185 sentimeter, Kebo Klebat cukup jangkung dibandingkan kebanyakan orang pada masa itu. Tubuhnya seperti tubuh banteng yang gagah, kekar dan lentur, dengan tangan dan kaki yang gesit. Alisnya hitam tebal, tampak menambah kejantanannya. Pendekar yang dijuluki Iblis Muka Gedek itu adalah putra satu-satunya Ki Kebo Dedet. Ia datang ke Jombang khusus hendak menuntut balas dendam atas kematian ayahnya.
Sosok pendekar berusia di awal dua puluhan itu punya kebiasaan aneh, yakni suka memisahkan dua kubu yang sedang berperang. Ia pada dasarnya memang sangat membenci peperangan. Namun yang seringkali terjadi, ketika sedang memisahkan sebuah peperangan, ia justru menikmati saat menjadi sasaran amukan amarah dari kedua belah pihak.
Akhirnya, demi alasan membela diri, ia melakukan pembantaian. Untungnya ia memang memiliki kesaktian yang luar biasa hebat. Sungguh aneh. Ia benci peperangan namun justru menikmati pertarungan. Baginya hal itu mendatangkan kepuasan tersendiri.