Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar sang Pendekar (99), Tersungkur Akibat Tinggi Hati

29 Oktober 2024   06:19 Diperbarui: 29 Oktober 2024   06:26 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mbah Kucing lalu meminta Cak Japa untuk bercerita tentang peristiwa perang Uhud. Dalam peperangan di Gunung Uhud, gugur enam puluh empat orang dari kalangan Anshar dan enam orang dari kalangan Muhajirin, termasuk paman Rasulullah, Hamzah. Semua syuhada yang gugur, yang berjumlah tujuh puluh jiwa itu, anggota tubuhnya dicincang dengan sangat kejam dan brutal.

Bahkan, ketika Hindun melihat jasad Hamzah, dengan penuh kebencian, dia belah dadanya, mengeluarkan jantungnya dan kemudian memakannya.

Dengan penuh kemarahan kaum Anshar lantas bersumpah bahwa manakala mereka kelak mendapat kemenangan, mereka akan berbuat sama atau bahkan lebih kejam dari apa yang telah dilakukan oleh musuh-musuh itu.

Kemarahan yang diungkapkan kaum Anshar itu menyiratkan keinginan melampiaskan dendam. Mereka beranggapan sudah sepantasnya memberikan balasan yang setimpal. Kalau perlu, dibalas dengan yang lebih kejam. Akan tetapi, ternyata bagi Allah balas dendam itu tidak sepatutnya dilakukan oleh umat Islam.

Allah berfirman dalam Surat An Nahl, jika kita memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kita. Akan tetapi, jika kita bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kita bersedih hati terhadap kekafiran mereka dan janganlah kita bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. Sesungguhnya, Allah menyertai orang-orang yang bertakwa dan yang berbuat kebaikan.

"Berarti kita harus bersabar?" tanya Lintang jelas tidak bisa menerima argumen itu. "Mbah Guru, Cak Japa, bagaimana kalau niat yang kulakukan untuk menumpas mereka bukan sekali-kali untuk melampiaskan dendam, melainkan memberantas kejahatan demi kepentingan masyarakat, demi memberi rasa aman kepada masyarakat luas?"

Mbah Kucing tersenyum mendengar itu. "Lintang, aku setuju dengan kamu. Aku hanya tidak ingin kamu diliputi nafsu amarah dan sampai melampaui batas! Jangan juga merasa sudah pasti bisa menumpas mereka, karena itu berarti takabur!"

Lintang tampak manggut-manggut.

"Ketahuilah Lintang! Niat itulah yang penting!" Mbah Kucing menambahkan, "Kesejahteraan, kemakmuran, ketenteraman, dan keadilan, semuanya itu menjadi tanggung jawab pemerintah yang berkuasa. Itulah kenapa pemerintah tidak boleh lemah. Jika pemerintah lemah, hukum akan kacau-balau dan rakyat akan hidup sengsara. Apalagi bila bahaya yang selalu mengancam dari para perongrong pemerintah itu bekerja sama dengan kekuatan dari luar yang ingin menguasai kekayaan Nusantara kita."

"Saya setuju, Mbah!" timpal Cak Japa, "Bila keadaan pemerintahan kuat, negara aman, maka masyarakat akan menjadi makmur. Itulah cita-citaku kenapa aku dulu mau menerima diangkat menjadi Demang, sama sekali bukan untuk kepentingan diriku sendiri, bukan pula untuk mencari kedudukan dan kekayaan, seperti yang pernah kamu duga Lintang. Tetapi insyaallah ini demi kepentingan masyarakat luas, bangsa dan negara!"

"Maafkan saya, Cak Japa!" ucap Lintang karena merasa pernah berburuk sangka kepada lelaki hebat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun