Ajeng masih setengah memaksa Gandung untuk mampir ke rumah, sementara mereka masih saling bertatap mata. Pandang mata Gandung penuh kekaguman atas kecantikan janda muda itu. Sementara pandang mata Ajeng penuh kekaguman atas kehebatan ilmu silat pemuda tampan itu.
"Ghozali, pertolonganmu tadi besar sekali artinya bagiku. Kamu hebat, tanpa senjata mampu mengalahkan empat orang bersenjata dengan begitu mudah! Ilmumu itu seperti ilmunya Pendekar Pedang Akhirat, apa kamu belajar darinya?"
"Ah tadi itu hanya kebetulan saja!"
"Kamu terlalu merendah. Aku sangat berterima kasih!" kata Ajeng, "Kiranya tidak mungkin selama hidupku aku dapat membalas hutang nyawa ini!"
"Ah jangan terlalu dibesar-besarkan, Bu Lurah!"
"Bu lurah lagi!"
"Ah iya..! Baik Mbak Ajeng! Maaf, permisi!"
***
Kejadian seminggu yang lalu itu membuat Gandung akhirnya berhasil mencuri hati Roro Ajeng, janda yang terkenal sangat cantik, dan tentu saja juga kaya raya.
Gandung tersenyum gembira, mengagumi diri sendiri. 'Kadang-kadang dengan ilmu silat saja tidak cukup untuk meraih sebuah kemenangan. Bahkan, yang sering kali terjadi, kecerdikan akallah yang dapat mengalahkan kepandaian ilmu silat!'
Gandung tersenyum ketika mengingat harus membayar hanya dengan mentraktir makan dan minum empat orang yang dulu pura-pura menjadi perampok. Mereka semua adalah rekannya sesama mantan pasukan rahasia di bawah pimpinan Arya Dewandaru.