Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ikrar Sang Pendekar (90): Prasasti Yang Terpatri

17 Oktober 2024   06:15 Diperbarui: 18 Oktober 2024   17:52 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

"Syukurlah, kami baik-baik saja, Guru!" jawab Mahesa dan Lastri berbarengan.

"Sebetulnya tadi Guru Arum ingin ikut, tapi aku larang, karena aku mengkhawatirkan kandungannya!" kata Lintang, "Sekarang mari kita pulang. Persoalan dengan Ki Demang nanti kita carikan jalan keluarnya!"

Mendengar suara yang penuh wibawa itu, meremang bulu tengkuk mereka. Bukan main laki-laki itu, kadang-kadang dia kelihatan halus dan lemah lembut, akan tetapi kini kelihatan amat berpengaruh, penuh wibawa dan suaranya mengandung kekuatan yang hebat. Mereka memandang dengan penuh kekaguman.

Kepada Guru Lintang, Mahesa menuturkan semua yang telah ia alami bersama Lastri. "Saya memang sangat mencintai Lastri, Guru! Tapi saya rela berkorban demi kebahagiannya! Jadi saya siap menerima hukuman atas kesalahan-kesalahan saya!"

"Tapi saya tidak mau kembali," sahut Lastri,  "Apabila harus menikah dengan orang lain! Saya juga rela berkorban, nyawa pun siap saya korbankan, asalkan bisa bersama Cak Mahesa!"

"Saya dan Guru Arum sudah mendengar semua mengenai kalian. Kami merestui hubungan kalian. Kembalilah ke padepokan dan menikahlah!"

Alangkah kagetnya Mahesa dan Lastri mendengar itu, maka mereka kembali bersimpuh menyentuh kaki Guru Lintang dan berkali-kali mengucapkan terima kasih.

Lintang menarik badan kedua muridnya agar berdiri, dan ia terharu melihat mereka berdua telah bercucuran air mata. "Ayo kita harus cepat pulang. Kalian dalam ancaman bahaya jika berada di luar padepokan!"

Hanya berselang tiga hari, Arum segera melangsungkan pernikahan Lastri dan Mahesa. Pernikahan itu memang diadakan secara sederhana di kampung Lastri, tapi Arum menanggung separuh biaya pernikahan. Itu karena pengabdian dan jasa kedua mempelai itu begitu besar bagi padepokan, di samping Lastri sudah seperti saudara sendiri.

Pasangan pengantin baru itu menempati sepetak bangunan sederhana di sebuah sudut yang masih menjadi satu dengan asrama padepokan. Sebuah kamar yang lumayan luas dengan perabotan seadanya, yang jauh dari kemewahan. Bangunan asrama yang bersebelahan dengan sebuah bangunan megah Puri Naga Nusantara.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun