"Terima kasih Tuan Pendekar, Anda yang hebat!" Lintang mengakui bahwa selama ia berkecimpung di dunia persilatan, kakek tua itulah lawan terberat yang pernah ia jumpai. "Mohon anda semua sudi kiranya memaafkan kedua murid kami ini!"
"Ha..ha..ha..! Ijinkan aku untuk mencoba sampai di mana kehebatan nama besarmu!" Baru saja Ki Kalong Wesi selesai berkata demikian, tubuhnya sudah melesat ke udara dengan gerakan ringan sekali, berjungkir-balik dengan lurus dan tahu-tahu cakar tangan kirinya bergerak menyambar, begitu serangan pertama gagal lalu disusul cakar tangan kanannya, mengirim serangan secara kilat dan bertubi-tubi.
Jangankan bisa menyentuh tubuh Lintang, bahkan Ki Kalong Wesi sendiri yang justru menerima pukulan dan tendangan balasan, yang tak kalah cepatnya.
Menyaksikan itu, Si Iblis Betina yang sudah curiga bahwa Lintang adalah anak yang dulu pernah diculiknya, lalu melayangkan tongkat keemasannya, menyerang Lintang dengan hebat. Begitu tongkatnya tertangkis telapak tangan Lintang, dan tangan Iblis Betina terasa kesemutan, sadarlah ia bahwa ketua Ikatan Pendekar Jawa itu benar-benar lihai bukan main.
Ki Kalong Wesi dan Iblis Betina tidak ragu-ragu lagi untuk mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya. Namun, dengan rasa heran dan penasaran, pasangan pendekar ilmu hitam itu merasa seakan-akan menyerang bayangan belaka. Semua serangan mereka seperti tidak ada artinya sama sekali. Kegeraman semakin memuncak, akan tetapi kekaguman mereka pun juga bertambah.
Ki Kalong Wesi akhirnya menerima pukulan keras di dadanya sementara Si Iblis Betina mendapat tendangan keras di perutnya. Ki Kalong Wesi mengerahkan hawa murni untuk melawan hantaman tenaga dalam pada dadanya, yang cukup menguras dan melumpuhkan sebagian energinya. Sedangkan Si Iblis Betina juga mengerahkan hawa murni, namun tendangan itu masih membawa pengaruh hebat. Dia menjadi pening dan memuntahkan segumpa darah.
Pada situasi yang sangat berbahaya itu, datang lagi dorongan pukulan jarak jauh yang mengakibatkan angin pukulan melemparkan tubuh Ki Kalong Wesi dan Si Iblis Betina. Mereka tak mampu menahan dan terguling roboh di atas tanah. Untungnya tubuh mereka memang kuat sekali, sehingga tidak sampai membahayakan nyawa, mengantarkan ke akhirat.
Sekali lagi, kedua orang itu memuntahkan darah. Wajah mereka semua menjadi pucat menyaksikan itu, dan ketika akhirnya Ki Kalong Wesi dan Si Iblis Betina melarikan diri dari tempat itu, murid-murid Macan Abang pun menyusul. Ki Bajul Brantas adalah orang terakhir yang terlambat untuk kabur.
Setelah situasi aman, Mahesa dan Lastri berlutut di depan Lintang. Itu sebagai ungkapan rasa terima kasih karena telah menyelamatkan nyawa mereka. Sepasang kekasih itu sangat takjub melihat kehebatan guru mereka.
Muka Lintang memang agak sedikit pucat, tenaganya yang terkuras belum pulih sepenuhnya, namun ia kelihatan tenang seperti biasa. Padahal ia baru saja membuat dua tokoh kondang di dunia persilatan terpaksa harus melarikan diri dari arena pertempuran.
"Bagaimana keadaan kalian? Apa kalian terluka?"